Monday, March 4, 2019

HARAPAN MENUMBUHKAN RASA OPTIMIS

           Di tahun 1954, seorang mahasiswa kedokteran yang bernama Roger Bannister ingin memecahkan rekor lari sejauh 1 mil yang sudah bertahun-tahun tak terpecahkan. Rekor waktu yang tercatat saat itu adalah 4 menit dan 1,4 detik. Tentunya pada tahun tersebut, untuk bisa berlari sejauh 1 mil di bawah 4 menit adalah hal yang dianggap mustahil, bahkan para dokter menganggap bisa membahayakan nyawa. Namun akhirnya Bannister berhasil mengalahkan rekor yang sudah bertahan selama 9 tahun itu, dengan mencatat waktu 3 menit dan 59,4 detik.

            Walaupun rekor yang dicatat oleh Bannister hanya bertahan selama dua bulan saja, namun satu hal penting yang harus diingat adalah bahwa mengapa para dokter menganggap pada waktu itu berusaha berlari sejauh 1 mil di bawah 4 menit merupakan sesuatu yang berbahaya? Bukan hanya itu, tetapi setiap kali suatu rekor dipecahkan oleh para atlit maka pertanyaan yang penting untuk diajukan sampai kapan batas rekor itu bisa berakhir? Seperti yang dikatakan seorang peneliti yang bernama Geoffroy Berthelot, “Jika Anda hanya sekedar meramalkan berdasarkan suatu ekstrapolasi, maka semakin jauh Anda mengekstrapolasi data tersebut, Anda akan mencapai sebuah titik dimana rekor lari 100 meter dapat dicapai di bawah 1 detik. Tapi Anda tidak akan mampu melewati batas-batas fisik tubuh kita. Kita memang tidak tahu secara persis seberapa jauh batasan tersebut, akan tetapi kita tahu pasti bahwa rekor waktu itu tidak mungkin bisa berada di bawah 0 detik. Tidak mungkin Anda bisa mencapai garis finish bahkan sebelum perlombaan itu dimulai.”

         Otak ternyata memiliki mekanisme tersendiri dalam menciptakan batasan bagi tubuh kita. Secara otomatis otak akan menciptakan “kelelahan” yang bersifat murni agar tubuh kita kembali ke kondisi semula sesuai batasan-batasan yang ada pada diri kita. Timothy Noakes – seorang dokter olahraga sekaligus ahli fisiologi – menemukan bahwa otak kita sesungguhnya telah memprediksi datangnya kelelahan pada diri saat melakukan sebuah olahraga. Kelelahan yang dimaksud adalah secara otomatis ketika otak membuat suatu mekanisme pengendali yang memperlambat kinerja tubuh, dimana jantung dan paru-paru tidak lagi menyuplai semua oksigen dan nutrisi yang diminta otot. Saat itu asam laktat akan mulai menumpuk sebagai sumber energi terakhir. Lalu otot-otot tubuh akan mulai kelelahan, dimana tubuh telah mengeluarkan semua kemampuannya, tetapi kemudian ia akan berhenti dan tak mampu berbuat apa-apa lagi.

            Kelelahan yang tercipta saat kita telah mengeluarkan semua kemampuan kita hingga mencapai batas yang paling maksimal, sesungguhnya merupakan prediksi otak atas tingkat pengharapan yang kita buat sendiri. Dan tingkat pengharapan ini berhubungan pada seberapa jauh kita meletakkan batasan yang kita buat sendiri. Sebagai contoh, jika Anda adalah seseorang yang sudah terlatih untuk lari marathon sejauh 10 km, maka saat Anda berlatih untuk menyelesaikan lari tersebut, pengendali pusat yang ada di otak Anda akan membuat prediksi kapan paru-paru Anda akan mulai terasa sakit, apa yang akan dirasakan oleh kaki Anda, dan seberapa jauh Anda harus memaksakan diri Anda sendiri; berdasarkan data-data yang diambil dari pengalaman berlari yang telah Anda lakukan selama ini.

         Jadi saat Anda mulai berlari dalam sebuah perlombaan, maka otak Anda akan mulai menyesuaikan tingkat pengharapan Anda yang telah dibuat (yaitu untuk mencapai garis finish yang berjarak 10 km), dengan menggunakan umpan balik yang berasal dari indera dan sistem tubuh Anda untuk memastikan bahwa Anda bisa mencapai garis finish; dan tetap menyisakan sedikit energi cadangan pada tubuh Anda. Proses ini dilakukan oleh otak Anda untuk menyesuaikan tubuh Anda selama berlari dengan tingkat pengharapan Anda dalam mencapai garis finish, dimana otak akan menyesuaikan banyak sinyal “berlari” yang dikirimkan ke otot-otot Anda. Sehingga saat Anda telah mencapai garis finish dan sedikit menjauh dari garis finish, maka biasanya secara tiba-tiba rasa lemas akan menyelimuti diri Anda dan menciptakan  kelelahan pada tubuh sebagai model untuk mempertahankan dan melindungi tubuh. Ini adalah suatu model bagi cara kerja otak untuk menghambat kinerja tubuh Anda dalam rangka mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi.

              Itulah sebabnya, bagi Anda yang tidak terlatih untuk berlari sejauh 10 km, Anda akan dengan mudah merasa lelah setelah berlari beberapa meter; sebagai akibat dari tingkat pengharapan yang tercipta di otak Anda bahwa Anda hanya mampu berlari sejauh sekian meter saja. Dan ketika sudah mencapai sekian meter tersebut, maka secara otomatis sistem pengendali di otak akan membuat tubuh Anda merasa lelah, hanya agar tubuh Anda tetap terjaga dan terlindungi dari masalah-masalah yang tidak perlu.

               Hal ini juga menunjukkan kepada kita bahwa batasan-batasan yang mungkin terjadi pada diri kita, dan bagaimana tubuh kita mencapai batasan-batasan tersebut, sesungguhnya merupakan cara kerja pikiran kita dalam menciptakan tingkat pengharapan. Sebagaai bukti akan hal ini, para ahli fisiologi asal Inggris melakukan serangkaian percobaan terhadap para pesepeda. Mereka diminta untuk mengayuh sepeda statis untuk menempuh jarak jauh sesingkat mungkin selama satu jam. Pada setiap interval waktu tertentu, ada kelompok pesepeda diberikan cairan karbohidrat dan ada yang hanya diberikan air suling biasa. Agar tidak terjadi perbedaan rasa pada kedua jenis cairan tersebut, maka peneliti mencampurkan pemanis buatan dalam dosis tinggi pada kedua cairan tersebut. Cairan yang diberikan ini hanya sebatas di mulut para pesepeda saja, dimana para pesepeda diminta berkumur-kumur dengan cairan yang diberikan.

               Ternyata mulut kita dapat mendeteksi adanya kandungan karbohidrat dan memberitahu otak bahwa akan ada pasokan energi yang akan segera masuk ke tubuh. Dan karena tercipta sebuah tingkat pengharapan di otak – bahwa akan datang energi tambahan – maka otak kemudian akan melepaskan lebih banyak energi cadangan yang tersimpan di dalam tubuh. Hal inilah yang membuat para pesepeda yang berkumur-kumur dengan cairan karbohidrat mengalami peningkatan yang signifikan dalam kecepatan dan kekuatan bersepeda dibandingkan dengan pesepada yang hanya berkumur-kumur dengan air biasa. Bahkan kecepatan yang meningkat dari pesepeda yang berkumur-kumur dengan cairan karbohidrat tidak membuat detak jantung mereka meningkat dan tidak menambah beban bagi tubuhnya.

            Penelitian akan tingkat pengharapan ini menjadi semakin kuat ketika dibandingkan dengan penelitian yang serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Jika pada penelitian yang telah kita paparkan tadi menciptakan tingkat pengharapan melalui kumur-kumur cairan karbohidrat (para pesepeda sama sekali tidak meminum cairan tersebut), maka penelitian yang mirip sebelumnya justru menyuntikkan cairan karbohidrat ke dalam aliran darah tubuh para pesepeda. Namun ternyata, walau telah disuntikkan energi tambahan langsung ke dalam tubuh mereka, tidak terjadi peningkatan yang signifikan dalam kemampuan para pesepada. Hal yang berbeda terjadi dibandingkan dengan para pesepeda yang hanya berkumur-kumur semata. Sekali lagi ini merupakan penguatan bagi pikiran kita bahwa tingkat harapan yang tercipta di otak akan menimbulkan rasa optimis yang makin kuat sehingga otak akan mengirim sinyal ini ke seluruh tubuh agar bekerja maksimal hingga pada batasan yang telah diciptakan oleh tingkat pengharapan.

              Mungkin hal ini menjadi pengingat bagi kita sesuai kata orang-orang bijak, bahwa kita akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan yang kita harapkan. Artinya, jika pengharapan seseorang selalu berhubungan dengan kegagalan (bahwa saya selalu gagal dalam berusaha), maka seringkali yang terjadi pun ada rasa pesimis dan kegagalan. Sepertinya juga otak akan mengirimkan sinyal kepada tubuh untuk malas beranjak. Akan tetapi jika pengharapan Anda itu konstruktif (memberdayakan diri dan berharap pada pencapaian yang senantiasa semakin maksimal), maka selalu saja ada rasa optimis; bahkan otak akan mengirimkan sinyal pada tubuh untuk selalu menyediakan energi cadangan agar terus saja bekerja dan berkarya tanpa kenal lelah.

No comments:

Post a Comment