Thursday, November 27, 2008

HIDUP DAN BEKERJA DENGAN PENUH KESADARAN

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung

- QS 62:10

Diri jika tidak Anda sibukkan,

maka dia akan menyibukkan Anda

- Ali bin Abu Thalib

Pada tahun 1908 terdapat dua buah buku yang terbit bersamaan, buku pertama berjudul Introduction to Social Psychology, terbit di London, ditulis oleh William McDougall, seorang psikolog. Dan buku yang kedua berjudul Social Psychology, terbit di New York, ditulis oleh Edward Ross, seorang sosiolog.

Jika McDougall menekankan faktor-faktor psikologis (personal) dalam menentukan interaksi sosialnya dalam masyarakat, maka Ross menekankan pentingnya faktor-faktor situasional dan sosial dalam interaksi kita di masyarakat. Sayangnya, kala itu psikologi dengan mashab behaviorisme lagi sedang popoler, sehingga dalil-dalil McDougall kehilangan suaranya dan membuat suara Ross menjadi nyaring.

Mashab behaviorisme lahir di negeri Paman Sam, dan mashab ini merupakan sebuah aliran psikologi yang mengajarkan bahwa perilaku manusia ditentukan, dipengaruhi, dan dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal atau lingkungan.

Hal ini dapat kita lihat pada dua konsep penting dari mashab ini yaitu, pelaziman klasik dan pengondisian operan. Pelaziman klasik sering disebut-sebut oleh para motivator melalui percobaan Pavlov (1849 – 1936). Pavlov menyebutkan bahwa refleks pada manusia itu terbagi atas dua: refleks bawaan dan refleks terkondisikan. Refleks bawaan itu adalah respon yang kita berikan tanpa melalui proses belajar, seperti mengucapkan kata “aduh” ketika kaki Anda tersandung.

Sedangkan penelitian refleks terkondisikan Pavlov yang sangat terkenal adalah salvias (proses keluarnya air liur pada anjing). Suatu ketika Pavlov meletakkan daging di depan anjing lapar yang hanya dapat menciumi dan melihatnya tetapi tidak dapat menyentuhnya. Daging ini menjadi rangsangan yang kuat bagi anjing merasakan rasa laparnya. Segera anjing-anjing itu mengeluarkan air liur berlebihan. Sementara anjing-anjing ini sedang dalam keadaan sangat lapar, Pavlov tetap membunyikan bel dengan nada tertentu. Segera ia tidak membutuhkan daging lagi – ia hanya perlu membunyikan bel dan anjing segera merasa lapar seolah ada daging di depan mereka. Ia telah menciptakan hubungan saraf antara bunyi bel dan keadaan lapar atau keluarnya air liur. Sejak saat itu, ia hanya perlu membunyikan bel dan anjing segera berada dalam keadaan lapar.

Percobaan Pavlov ini kemudian menjelaskan tentang daya sugesti (suggestibility) dalam dunia hipnosis. Setiap kata, perilaku, dan faktor-faktor lingkungan merupakan stimulus yang kita terima yang memiliki daya hipnosis yang ampuh. Jika Anda suka menonton sinetron dan begitu asyiknya sehingga walau sinetronnya berhenti sesaat oleh iklan Anda tidak akan pindah chanel, maka dapat dipastikan Anda telah terhipnosis oleh hampir semua iklan yang ditayangkan. Mau bukti? Kalau saya sebut sabun mandi, maka merek apa yang langsung terlintas dibenak Anda? Kalau mi instant gimana? Merek apa yang terlintas? Anda pasti secara otomatis bisa menyebutkannya, padahal Anda tidak melakukan upaya sadar untuk mengingat semua merek itu, tapi merek itu sudah masuk dalam pikiran Anda. Anda telah terhipnosis. Seperti yang saya sebutkan dalam buku pertama saya, The Secret of Attractor Factor, terdapat dua jenis stimulus positif yang kita terima: positif tapi negatif dan positif yang positif.

Jika percobaan Pavlov tadi menjelaskan tentang pengondisian klasik, maka pada tahun 1930-an seorang pemikir lain, Burrhus Frederick Skinner menjelaskan tentang pengondisian operan. Skinner melakukan sebuah penelitian dengan burung merpati. Burung merpati tersebut dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang dapat diamati. Merpati tersebut bergerak sekehendaknya, dan ketika kakinya menyentuh tombol kecil pada dinding kotak, makanan akan keluar dan merpati tersebut merasa senang. Mula-mula merpati tersebut tidak mengetahui hubungan antara menyentuh tombol kecil dengan makanan yang keluar. Tapi ketika ia menyentuhnya lagi, makanan keluar lagi. Dengan beberapa kali pengulangan, maka merpati tersebut mulai mengerti bahwa bila ia ingin makan, cukup dengan menyentuh tombol tersebut.

Jika seorang karyawan mengerjakan tugasnya dengan baik dan bos memberikan bonus. Maka akan terbentuk suasana bahwa mengerjakan tugas yang baik, pasti akan diberi bonus lagi. Inilah yang oleh Skinner disebut sebagai peneguhan (reinforcement), yaitu proses memperteguh respon yang baru dengan mengasosiasikan dengan stimuli tertentu berkali-kali. Dalam dunia saat ini, peneguhan itu biasa disebut sebagai reward. Peneguhan atau reward inilah yang menguatkan respon karyawan tadi dalam bekerja dengan baik.

Mashab behaviorisme ini tidak memedulikan apakah manusia itu baik atau buruk, rasional atau emosional; mashab ini hanya peduli bagaimana manusia dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Manusia melakukan proses belajar yang didapat dari lingkungannya. Itulah sebabnya behavioris ini disebut juga dengan teori belajar, yang kemudian melahirkan konsep manusia mesin.

Jika kita menelusuri mashab ini, maka kita akan sampai pada empirisisme dan hedonisme pada abad ke-17 sampai abad ke-18. Empirisisme mengatakan bahwa sejak lahir manusia tidak memiliki “warna mental”, hingga ia kemudian diwarnai oleh pengalaman. Sehingga menurut empirisisme, satu-satunya sumber pengetahuan kita adalah pengalaman. Sedangkan hedonisme merupakan paham filsafat etika yang memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingannya sendiri, mencari kesenangan dan menghindari penderitaan.

Paham hedonisme inilah yang menurut saya dijelaskan oleh Robert Kiyosaki dalam bukunya Rich Dad, Poor Dad. Menurut Robert Kiyosaki, manusia dikendalikan oleh dua emosi utama dalam mengejar kebutuhan hidup dan kekayaan, yang membuat mereka seperti perlombaan tikus. “Kebanyakan orang mempunyai harga. Dan mereka mempunyai harga karena emosi manusia yang disebut ketakutan dan ketamakan. Pertama, takut hidup tanpa uang memotivasi kita untuk bekerja keras, dan kemudian setelah kita mendapat slip gaji, ketamakan atau nafsu berpikir mengajak kita untuk mulai berpikir tentang semua hal indah yang bisa di beli dengan uang. Pola itu pun kemudian terbentuk,” kata ayah kaya dalam buku Robert Kiyosaki.

Kebanyakan manusia kemudian betul-betul menjadi mesin otomatis yang dikendalikan sepenuhnya oleh lingkungan. Lewis Yablonsky menyebut manusia seperti ini sebagai “robopaths”. Manusia dipisahkan dari makna hidupnya, dari fitrah manusianya. Manusia berperilaku secara otomatis dan bersifat rutinitas yang kehilangan spontanitas, kreatifitas, dan individualitas. Manusia berperan sebagai robot yang bergerak secara monoton, tanpa emosi, tanpa nilai, dan tanpa makna.

Manusia robot akan selalu melakukan rutinitas yang itu-itu saja. Bangun pagi, makan, bekerja, pulang, menonton televisi, berlibur sesekali; namun mereka makin lama makin stress dan merasa hidup ini semakin hampa. Prinsip reward yang sering didapatkan karyawan di kantor memang menaikkan produktivitas kerja. Namun, lama kelamaan akan kembali menjadi hambar kembali. Dan ini akan terus berulang dalam proses kerja dan mencari kesuksesan. Manusia kemudian laksana anjing dalam penelitian Pavlov atau Merpati dalam penelitian Skinner.

Saya tidak bermaksud menjelekkan mashab behaviorisme. Pada diri manusia memang ada sistim otomatis, dan dalam perkembangannya penelitian Pavlov dan Skinner kemudian melahirkan berbagai metode dahsyat dalam melakukan perubahan diri dan perilaku. Hanya saja, menggambarkan manusia secara utuh sebagai sistem yang bersifat mekanik inilah yang kemudian mendapat penentangan bagi mashab behavioris ini. Dan behavioris ternyata tidak mampu menjelaskan tentang self-motivated.

Kata Dr. Jalaluddin Rakhmat, “Behaviorisme memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal.” Behaviorisme ini melupakan bahwa manusia tidak sama dengan anjing atau merpati. Anjing dan merpati memiliki sifat mekanik yang diatur oleh pola-pola tertentu, dan manusia memiliki lebih dari itu, yaitu pikiran dan perasaannya.

Apa yang digambarkan selama ini oleh kebanyakan motivator ternyata hanya bertumpu pada mengejar kesenangan dan menghindari penderitaan (hedonisme). Salah satunya adalah menulis impian yang ingin diraih. Pada dasarnya teknik ini justru telah membuat kita masuk dalam perangkap hedonisme. Kita menulis segala hal yang ingin kita raih, dan meninggalkan seluruh penderitaan kita. Menulis impian selama ini kebanyakan hanya digerakkan oleh dua emosi yang digambarkan oleh Robert Kiyosaki di atas, tanpa memedulikan pada apa sih yang sebenarnya ingin dicari dalam hidup ini?

Deepak Chopra menggambarkan hal ini dengan sangat indah: “Pada hampir semua orang, partisipasi dalam kisah-kisah kehidupan kita ini terjadi otomatis, tanpa disadari. Kita hidup seperti aktor dalam sebuah drama, yang diberikan peran tanpa memahami keseluruhan kisahnya. Tetapi ketika Anda berhubungan dengan jiwa Anda, Anda lihat keseluruhan naskah cerita dramanya. Anda mengerti. Anda tetap berpartisipasi dalam kisahnya, tetapi sekarang Anda berpartisipasi dengan penuh sukacita, dengan sadar, dan dengan sepenuhnya. Anda bisa membuat pilihan-pilihan yang didasarkan kepada pengetahuan dan lahir dari keterbebasan. Setiap momennya menjadi lebih berkualitas berkat penghargaan terhadap apa artinya itu dalam konteks kehidupan kita.”

Dengan kata lain, kita berpindah dari makhluk otomatis dan seolah-olah tidak mempunyai pilihan hidup; Dan menjadi makhluk merdeka yang menyadari bahwa kita memiliki banyak pilihan dalam hidup ini. Seperti kata Imam Ali di atas: “Diri jika tidak Anda sibukkan, maka dia akan menyibukkan Anda.” Sibukkan diri kita dengan melakukan upaya sadar menggali value-value kita. Karena bukankah kita telah diciptakan dengan fitrah yang sempurna.

No comments:

Post a Comment