Pada tahun 1729,
Jean-Jacques d’Ortous de Mairan - seorang astronomer Perancis, menatap keluar
jendela di kantornya. Saat itu sore menjelang senja, de Mairan memperhatikan
daun-daun dari tanaman yang berada di tepi jendelanya. Daun-daun tersebut
menutup dan di siang hari saat matahari masuk melalui jendela, daun-daun
tersebut terbuka.
Pola daun membuka di
pagi hari dan menggulung di saat kegelapan mulai tiba, membangkitkan pertanyaan
dalam dirinya. Bagaimana jika pola terang-gelap ini diintervensi. Artinya
apakah daun-daun tersebut mengalami pola membuka dan menutup hanya karena
pengaruh adanya sinar matahari ataukah tidak?
de Mairan memindahkan
tanaman tersebut dari pinggir jendela dan memasukkannya ke dalam lemari
tertutup agar cahaya tidak dapat masuk. Saat esok tiba, ia membuka lemari dan
menemukan bahwa daun-daunnya tetap membuka meski berada dalam kondisi gelap.
Ia terus melakukan percobaan ini hingga beberapa
minggu, dan bahkan menutup jendelanya dengan gorden hitam untuk mencegah
masuknya berkas cahaya. Namun pola tersebut tetap sama. Daun tanaman tersebut
membuka di saat pagi dan menggulung di saat masuknya malam. Tanaman tersebut
sepertinya memiliki jam internal sendiri, tanpa dipengaruhi oleh cahaya
matahari.
Otak kita pun demikian.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh psikolog Jerman, Hermann Ebbinghaus,
menunjukkan bahwa kemampuan kognitif kita ternyata tidak tetap dalam satu hari.
Terjadi fluktuasi kemampuan kognitif yang mengikuti waktu internal. Kemampuan
fokus, analitis, dan kewaspadaan ternyata memiliki pola waktu. Dan hal ini
terjadi pada kita, tanpa membedakan suku, bangsa, ras, dan agama. Kemampuan otak
kita bekerja dalam kondisi fokus dan analitis terbaik saat pagi hari dan
mencapai puncaknya menjelang tengah hari. Dan menurun drastis saat siang hari
hingga sore menjelang malam. Dan naik kembali (pemulihan) di saat malam.
Sekitar 2 juta anak
sekolah di Denmark diteliti hasil ujiannya selama 4 tahun. Ternyata ada
korelasi nilai ujian dengan kapan anak tersebut melakukan ujian. Anak sekolah
yang mengerjakan ujian di waktu pagi ternyata mendapatkan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan anak sekolah yang mengerjakan ujian di siang hari. Bahkan
semakin siang tes dijalani sang anak, maka nilai yang diperoleh semakin sedikit
lebih rendah. Perbandingan beda nilanya serupa dengan absennya sang anak selama
dua minggu dalam satu tahun sekolah.
Begitu pula yang terjadi
pada anak sekolah di Los Angeles. Anak sekolah yang mendapatkan pelajaran
matematika pada dua jam pertama belajar, memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan anak sekolah yang mendapatkan pelajaran matematika di dua jam
terakhir.
Terkait dunia bisnis, para peneliti menemukan bahwa
rapat yang dilakukan pagi hari memberikan dampak yang besar dalam pengambilan
keputusan, komunikasi dengan investor, kinerja karyawan, dan kinerja
perusahaan.
Para peneliti bahkan
berpesan untuk para eksekutif perusahaan, bahwa komunikasi dengan investor,
keputusan manajerial, dan negosiasi penting lainnya, harus dilaksanakan di pagi
hari. Nampaknya kita sebagai manusia memiliki waktu-waktu mood yang bersifat
internal. Mood adalah kondisi internal, namun mempengaruhi kondisi eksternal.
Dan berdasarkan pola waktu, energi kita menguat di pagi hari hingga menjelang
tengah hari, dan menurun drastis saat siang hingga menjelang malam. Kemudian
pulih kembali di saat malam hari.
Mengambil langkah
yang tepat di waktu yang tepat dalam konteks SAAT INI adalah cara terbaik dalam
menjalani hidup.
No comments:
Post a Comment