Monday, April 1, 2019

HIDUP DI MASA LALU

          Ternyata kalau kita merenungi diri sendiri, maka begitu banyak orang yang tidak hidup di masa sekarang, melainkan hidup di masa lalu. Ah…masa sih? Kok bisa demikian? Bukankah kita ndak bisa ke masa lalu? Mungkin saja ada yang bertanya demikian…hehehe…
            Perlu untuk kita ketahui bersama bahwa di otak kita, proses mem-persepsi itu terjadi karena adanya beragam informasi yang masuk melalui kelima indera kita dan kemudian ada proses kognisi untuk melakukan penilaian terhadap beragam informasi tersebut. Penting juga untuk diketahui bahwa ketika terjadi masuknya beragam informasi tersebut juga memicu reaksi emosional kita. Saat kami menyebut kata “emosional” maka kata ini merujuk pada semua ragam emosi kita, mulai dari sedih, kecewa, sakit hati, senang, gembira, bahagia, dan lain sebagainya. Jadi kata “emosional” tidak hanya merujuk pada emosi-emosi yang tidak menyenangkan saja. Jadi terbentuknya persepsi karena adanya konsepsi (beragam informasi yang masuk melalui kelima indera) + kognisi (proses penilaian atas konsepsi tersebut di otak) + emosi (reaksi emosional yang terjadi yang bergantung pada konsepsi dan kognisi kita).
            Hasil pemindaian otak menunjukkan bahwa cuma perlu waktu kurang dari satu detik bagi sebuah kata atau frasa untuk memicu reaksi emosional di otak kita. Untuk mendapatkan reaksi emosional, Anda bisa mencobanya dengan memusatkan perhatian Anda sambil mengucapkan “Hidup ini ternyata begitu indah”. Kalimat yang Anda ucapkan tersebut akan memicu reaksi emosional Anda, dan kalau Anda memusatkan perhatian Anda kepada kalimat tersebut dan mengulanginya sebanyak lima puluh kali, di dalam hati atau mengucapkannya dengan keras selama dua menit; maka kalimat tersebut dapat memengaruhi persepsi Anda dalam memandang kehidupan. Kebanyakan orang yang melakukannya akan mengalami perubahan kecil dalam suasana hatinya.
            Bagaimana jika kini Anda memusatkan perhatian Anda pada kalimat berikut ini: “Dunia ini begitu kejam dan tidak aman”. Pusatkan perhatian Anda dan baca kalimat negatif tersebut selama dua puluh detik saja (JANGAN SAMPAI LEBIH DARI DUA PULUH DETIK). Sekarang cek perasaan Anda. Kemungkinan secara sekilas, rasa damai yang sebelumnya ada, menjadi hilang. Kenapa demikian?           
Ternyata, bagian otak kita yang bernama hipokampus lebih kuat menanamkan pengalaman pahit ke memori jangka panjang, dan reaksi emosional ini tidak tidak sekuat tertanam seperti pengalaman pahit ke memori jangka panjang ketika kita mengalami pengalaman yang menyenangkan. Itulah sebabnya, kita lebih mudah mengingat pengalaman pahit dibandingkan pengalaman menyenangkan. Jika Anda mengalami pertengkaran dengan seseorang yang sudah lama Anda kenal, maka Anda cenderung lebih mudah mengingat “jeleknya” dibandingkan “kebaikannya”.
            Nah, kembali kepada proses mem-persepsi di otak. Hasil temuan neurosain menunjukkan kepada kita bahwa ketika seseorang mengalami suatu peristiwa dengan tingkat reaksi emosional yang cukup tinggi, maka hal ini akan meninggalkan jejak saraf lain dalam sebentuk memori. Dan keyakinan yang terbentuk pada memori khusus ini akan kembali terpicu ketika mendapatkan stimulasi dari sesuatu yang mirip dengan kejadian pada peristwa di masa lalu tersebut. Karena fungsi reaksi emosi di otak kita merekatkan kita dengan peristiwa yang terjadi, maka hal ini akan membuat seseorang seolah-olah mengalami kembali kejadian yang pernah terjadi di masa lalunya. Misalkan saja ketika seseorang pernah mengalami trauma dengan orang lain atas suatu peristiwa tertentu yang pernah terjadi. Maka walaupun sudah lama tidak ketemu dengan orang yang menyebabkan trauma tersebut; saat bertemu kembali cenderung akan membuat seseorang seolah-olah mengalami kembali secara nyata perasaan takut; suatu perasaan takut yang nyata, yang sesungguhnya pernah terjadi di masa lalu.
            Seorang anak yang sangat takut kepada orang tuanya. Walaupun anak tersebut sudah dewasa dan bahkan mungkin sudah berkeluarga, cenderung masih merasa takut (dan perasaan itu terasa sangat nyata) pada kedua orang tuanya. Dr. David Berceli, seorang pakar kecerdasan tubuh yang mengajarkan teknik melepaskan emosi negatif dari tubuh, mengatakan bahwa hewan rusa ketika mengalami ketakutan yang amat sangat saat dikejar harimau, ketika telah berada dalam situasi aman, maka tubuhnya akan bergetar sedemikian rupa untuk melepaskan berbagai emosi yang dirasa sebelumnya. Menurut Berceli, tubuh manusia pun demikian. Jika seseorang mengalami sebuah peristiwa traumatik, maka tubuh secara otomatis akan bergetar. Namun kebanyakan manusia mencoba melawan getaran tubuh tersebut, dan ini menyebabkan berbagai emosi negatif yang ada tidak akan sepenuhnya keluar dan masih tersimpan dalam bentuk memori di jaringan otot tubuh. Karena otak senantiasa menerima pesan dari tubuh, maka memori atas respon yang masih tersimpan di otot akan dikirmkan kepada otak dan memberitahu bahwa peristiwa traumatik belum berakhir (walau secara kenyataan peristiwa itu sudah lama berlalu).
            Memori-memori traumatik ini akan terus di proses di dalam otak, sehingga menyebabkan otak terus mengirim pesan ke seluruh tubuh bahwa peristiwa traumatik tersebut belum berakhir. Dan karena belum berakhir, maka reaksi-reaksi emosional (perasaan takut, sedih, sakit hati, dan perasaan sejenis lainnya) akan tetap muncul. Inilah yang menyebabkan seseorang masih tetap hidup di masa lalu, walau telah ada di masa sekarang. Pikiran dan tubuhnya seolah-olah secara nyata masih hidup di masa lalu.
            Dengan beragam teknologi pikiran yang ada saat ini, memori emosi tersebut bisa dilepaskan, agar otak tidak lagi menerima pesan dari memori traumatik di masa lalu. Ketika hal itu berhasil Anda lakukan, maka Anda akan terbebas dari belenggu masa lalu. Anda hanya bisa mengambil hikmah dari masa lalu, tanpa harus hidup di masa lalu lagi. Karena kehidupan yang ada adalah “saat ini” untuk merencanakan masa depan yang lebih baik lagi. Semoga!!!

No comments:

Post a Comment