Friday, May 4, 2007

BERPIKIR UNIK

Karena tak ada yang dikejar, Bodhisattva hidup dalam kebijaksanaan sempurna tanpa hambatan dalam pikiran; karena tanpa penghalang maka tiada rasa takut

- SUTRA HATI -

Sewaktu saya SMA dulu, tepatnya pada saat saya duduk di kelas 3 SMA, saya dan beberapa teman merencanakan sebuah demonstrasi yang ditujukan kepada kepala sekolah kami waktu itu. Bukanlah di sini saya mengungkapkan masalah waktu itu, tapi yang ingin saya sampaikan adalah ketika demonstrasi itu berlangsung, saya sudah selesai mengikuti ujian tes kelulusan SMA dan tidak berapa lama kemudian dari peristiwa demonstrasi itu, saya pun termasuk dinyatakan lulus SMA.

Masalah sebenarnya yang ingin saya sampaikan ialah: sudah merupakan tradisi setiap tahun kalau siswa yang lulus akan diadakan seremonial perpisahan sekolah yang dinaungi langsung oleh pihak sekolah. Namun, dengan adanya demonstrasi tersebut, maka diumumkanlah ke setiap kelas 1 dan 2 bahwa perpisahan sekolah tidak jadi dilaksanakan. Di sinilah serunya cerita yang akan saya utarakan.

Dengan bermodalkan keberanian dan hasil survey ke teman-teman yang lain yang masih banyak menginginkan acara perpisahan sekolah, akhirnya saya dan beberapa teman membentuk tim panitia perpisahan sekolah dan hanya didukung oleh segelintir guru yang lain.

Kalau Anda menanyakan apa yang saya pikirkan waktu itu, maka secara pasti saya akan menjawab, “Saya tidak memikirkan apa-apa”. Yang saya cuma tahu waktu itu adalah bagaimana caranya agar acara ini berlangsung sukses dengan anggaran yang sama sekali belum ada. Dan bisa Anda bayangkan, dengan hanya beberapa orang saja dan hanya dalam waktu tidak lebih dari seminggu, kami akhirnya berhasil menggelar acara perpisahan sekolah yang cukup meriah, yang dihadiri oleh sebagian guru minus kepala sekolah.

Kisah saya ini bukanlah dimaksudkan akan kebanggaan saya melakukan demonstrasi (saya merasa sangat bangga dengan keberhasilan kami mewujudkan acara perpisahan, karena acara ini kami laksanakan dengan dana yang sangat minim dan dapat terwujud, bahkan dihadiri juga oleh sebagian guru, kurang dari seminggu), tapi kisah ini sangat mirip dengan kisah lain yang akan saya utarakan kepada Anda:

Pada tahun 1976 ketika berlangsung Olimpiade musim dingin di Innsbruck, atlet ski Austria bernama Franz Klammer meraih medali emas dengan catatan rekor yang membuat atlet ski lainnya terkesima. Banyak orang berpendapat, tidak ada yang dapat mengalahkan juara Olimpiade, Bernhard Russi dari Swiss.

Beberapa kali panitia harus menghentikan kejuaraan karena jalur lintasan yang berbahaya dan licin, dan walaupun pertandingan final sudah dimulai, jalur itu masih terlalu licin untuk melakukan gerakan double-poling yang biasanya dibutuhkan para altlet untuk melakukan start dengan cepat. Walaupun demikian, Klammer meluncur dengan cepat dari gerbang, dan melakukan double-poling dengan berani. Kondisi es memaksa Klammer menggeser berat badannya bertumpu ke salah satu kaki agar tidak kehilangan keseimbangan, dan ia dengan cepat meluncur meninggalkan kawan-kawannya.

Kunci kemenangannya adalah meluncur selurus mungkin dari garis start sampai finish, terus merunduk dengan aerodinamis, dan menjaga agar sepatu skinya terus meluncur datar serta nyaris tanpa gesekan ketika menuruni bukit. Gerakan Klammer sangat aerodinamis. Ia menggerakkan kakinya ketika melewati tikungan, melewati gerbang dengan cepat tetapi tidak melenceng dari batas, kaki dan tangannya mengayun dengan luwes, dan ia meluncur dengan cepat menuruni gunung.

Sebagian besar penonton berdoa agar Klammer tidak tewas karena keberaniannya. Pelatihnya, Toni Sailer, berkomentar, “Saya menutup mata, dan berpikir lepas sudah medali emas itu. Saya baru berani membuka mata setelah tidak mendengar suara orang terjatuh.”

Seperti mengalahkan hukum fisika, Klammer bergerak dengan cepat ke garis finish dan berusaha berhenti. Ia berusaha tidak menabrak 50.000 penonton yang melambai-lambaikan bendera Austria. Klammer melihat papan skor dan melihat hasil yang diraihnya hari itu. Russi: 1:46.06, sedangkan Klammer meraih 1:45.73, yang menjadi luncuran tercepat hari itu dan meraih medali emas!

Wartawan langsung mengerubutinya. Program “Wide World of Sport” yang ditayangkan stasiun TV ABC, yang terkenal dengan acara-acara dramatis, ingin mengetahui kunci kemenangannya.

“Bagaimana Anda dapat melakukannya?”

“Apa?” tanya peraih medali emas itu, kebingungan melihat mikrofon yang tiba-tiba disodorkan ke wajahnya.

“Memenagkan pertandingan itu”.

“Anda pasti tahu bahwa saya ini atlet ski andal”, jawabnya dengan karisma khas Austria, disertai kedipan mata jenaka.

“Bukan. Bagaimana Anda dapat mencatatkan rekor dengan cara yang luar biasa buruk?”

“Apa maksud Anda luar biasa buruk? Saya pikir warna emas itu indah.”

Salah seorang wartawan menunjukkan bahwa Klammer sempat kehilangan keseimbangan, tangannya melawan angin tetapi entah bagaimana ia dapat melucur lebih cepat dari kawan-kawannya yang melakukan luncuran sempurna. Kemudian muncullah pertanyaan klasik khas wartawan: “Apa yang Anda pikirkan saat itu?”

“Apa yang saya pikirkan saat itu?” Klammer mengulangi pertanyaan itu seakan berusaha memahami apa yang sesungguhnya ditanyakan oleh si wartawan. “Tidak ada. Saya hanya berusaha sampai ke sana (sambil menunjuk garis finish) dengan cepat!” Jelas terlihat bahwa Klammer tidak memikirkan jalur luncuran yang tepat atau teknik yang sempurna untuk tetap meluncur datar.

Anda sudah bisa melihat apa yang saya maksudkan tentang kesamaan kisah saya dan kisah Klammer? Saya dan Klammer sama-sama tidak memikirkan apa-apa sewaktu “tampil”. Yang kami tahu cuma berusaha semaksimal mungkin dan tetap mempertahankan fokus usaha. Dan inilah yang saya maksudkan dengan BERPIKIR UNIK.

Penelitian John Eliot, Ph.D selaku dosen psikologi prestasi dan kini menjadi penasihat profesional untuk orang diberbagai bidang kerja, telah membuktikan akan keampuhan berpikir unik ini. Eliot membedakan antara berpikir “Training Mindset” dan berpikir “Trusting Mindset”. Berpikir Trusting Mindset ini yang saya sebut berpikir unik, karena sangat sedikit orang-orang melakukannya, dan secara fakta pun membuktikan bahwa hanya sedikit juga orang-orang yang berprestasi luar biasa dalam hidupnya.

Anda mungkin bertanya: Apa itu berpikir “Trusting Mindset atau berpikir unik”? Bersabarlah, saya sekarang berusaha untuk memperbincangkan hal ini dengan Anda sekarang. Ok! Mari kita mulai…

Anda mungkin sering mengikuti pelatihan/training atau mengikuti kelas belajar atau apapun namanya, dimana sebuah materi diberikan kepada Anda untuk Anda kuasai. Sebagai contoh, Anda diberikan materi tentang “cara menelpon seorang kilen” atau materi “mata pelajaran matematika”. Mengikuti pelatihan ini adalah hal yang wajar, karena Anda diberi berbagai stimulus kepada indera Anda untuk kemudian diolah oleh otak Anda.

Namun, apa yang terjadi ketika Anda mulai “tampil”? Dalam contoh di atas: Anda mulai berhadapan dengan seorang klien sungguhan disaat Anda bekerja untuk melakukan presentasi atau follow up melalui telepon. Atau pada saat Anda mulai melakukan ujian akhir semester dengan ujian matematika. Kebanyakan orang akan mulai gugup, karena dalam pikiran mereka telah bercampur baur segala jenis pikiran. Mulai dengan berusaha memikirkan teknik-teknik yang telah Anda pelajari sebelumnya, atau hafalan-hafalan yang telah Anda pelajari sebelumnya, atau ketakutan-ketakutan Anda, dan berbagai macam pikiran yang melanda Anda ketika itu. Dalam bahasa yang sederhana, orang yang tampil seperti ini cenderung berpikir prosedural dengan terlalu banyak memikirkan hal-hal teknis yang telah dipelajari sebelumnya, hingga menimbulkan berbagai macam ketakutan dan kecemasan. Jenis berpikir seperti ini sering disebut dengan Training Mindset, yaitu terlalu banyak melibatkan sistem indera dan otak untuk melakukan evaluasi dan menganalisis dari semua sudut pandang dan kemudian melatih diri secara sadar untuk meningkatkan prestasi.

Jika sepotong papan yang berukuran panjang 3 meter dan lebar 60 cm diletakkan di atas lantai, maka Anda dapat dengan mudah untuk berjalan di atas papan tersebut. Tetapi, cobalah untuk meletakkan papan tersebut di atas ketinggian gedung lantai 10. Maka dapat dipastikan Anda akan berpikir seribu kali untuk berjalan di atas papan tersebut. Segala macam pikiran mulai berkecamuk di otak Anda. Perasaan takut kemudian melanda Anda. Padahal secara logika, berjalan di atas lantai atau pun di atas ketinggian gedung lantai 10 adalah sama saja. Dalam sistem otak, Anda terlalu banyak melibatkan sistem berpikir, sehingga perasaan ragu dan takut melanda Anda.

Hal ini tentu berbeda dengan pemain akrobat yang dengan mudahnya berjalan di atas papan tersebut. Ini disebabkan karena mereka melakukan apa yang disebut Berpikir Unik atau Trusting Mindset. Mereka sudah melatih diri mereka untuk tampil, dan ketika mereka tampil mereka sudah tidak lagi memikirkan apa-apa. Dengan kata lain:


SEMAKIN BANYAK ANDA MENGANALISIS, SEMAKIN ANDA RAGU


Orang-orang dengan jenis tipe unik seperti ini begitu tenggelam di dalam apa yang mereka kerjakan, sehingga satu-satunya yang dapat mereka ingat adalah perasaan dari penampilan mereka. Mereka tidak memikirkan terlalu serius langkah yang mereka ambil atau mengevaluasi diri mereka sendiri. Mereka bermain tanpa beban. Inilah sistem berpikir unik/trusting mindset, yaitu Anda percaya dengan apa yang Anda lakukan. Anda sudah tidak lagi ragu ketika Anda mulai melakukan sesuatu. Anda bersikap penuh kepercayaan yang bersifat naluriah, dan Anda tidak bersikap kritis, analitis, dan evaluatif, dengan pendekatan pelatihan yang mengingatkan Anda bahwa ada hasil yang akan dicapai. Cara berpikir ini sama dengan cara berpikir binatang yang bernama tupai.

Ketika Anda berada 15 m di atas tanah dan memperhatikan kabel kecil yang ingin Anda lintasi, jutaan pikiran akan membanjiri Anda, seperti “Aku tidak dapat melakukannya”, “Terlalu jauh”, “Terlalu tinggi”, “Kabelnya terlalu kecil dan tidak stabil”, “Aku tidak bisa seimbang di kabel ini”, “Aku bisa mati”, “Tidak pantas untuk pamer keberanian”, dan sebagainya. Sementara itu, tupai langsung saja melintasi kabel itu tanpa berpikir macam-macam. Tentu saja itu karena tupai memang tidak dapat berpikir. Sistem indera mereka menerima penglihatan, suara, rasa, bau, dan sentuhan. Otak mereka mampu memproses informasi itu, bertindak sesuai informasi itu, dan menerapkan pola perilaku yang penuh ketrampilan. Otak manusia pun melakukan hal yang sama, tetapi melibatkan banyak hal yang rumit karena kita dapat mengevaluasi informasi indrawi dan situasi.

Contoh menarik mengenai hal ini dapat kita lihat pada istilah school smart vs street smart dengan kisah sebagai berikut:

Ada dua orang anak yang sedang berjalan di hutan. Anak pertama adalah anak yang sangat cerdas (school smart). Tes IQ menunjukkan bahwa ia adalah anak yang superior atau jenius. Prestasinya di sekolah luar biasa baiknya. Sedangkan anak kedua adalah anak yang biasa-biasa saja (street smart). Sangat jauh jika dibandingkan dengan anak yang pertama.

Tiba-tiba di depan mereka muncul seekor beruang yang sangat besar. Anak pertama, anak yang jenius, dengan kecerdasannya segera menghitung (training mindset, terlalu banyak menganalisis dan mengevaluasi, berpikir sesuai kerangka materi di kelas). Jarak mereka dari beruang dewasa yang beratnya 250 kg ini adalah 25 m. Dengan kecepatan larinya si beruang akan sampai di tempat mereka dalam waktu sekitar 7 detik. Berarti setelah 7 detik mereka akan mati dimakan oleh beruang tersebut.

Sedangkan anak kedua, yang kalah cerdas dari anak pertama, bersiap-siap diri. Temannya bertanya, “Apa yang mau kamu lakukan?”

“Lari”, jawab anak kedua itu (berpikir unik/trusting mindset, secara cepat ia memproses keadaan yang dihadapinya tanpa terlalu banyak menganalis dan mengevaluasi yang pada akhirnya hanya melahirkan keraguan bertindak).

“Kamu bodoh sekali. Kita tidak mungkin bisa mengalahkan kecepatan lari beruang itu. Jarak kita terlalu dekat dengan si beruang. Jadi, percuma saja kalau kamu mau lari”, balas temannya.

“Ya itu benar. Tapi saya bisa lari lebih cepat daripada kamu”, jawab anak yang nomor dua.

Anda bisa lihat sendiri kan perbedaan mendasar antara cara berpikir training mindset dan cara berpikir unik/trusting mindset. Mari kita lihat sebuah kisah yang lain lagi:

Dahulu kala, Yang Maha Kuasa menurunkan seutas tali dari alam khayangan ke dunia ini. Kepada insan di Saha-Loka ini, Dia berkata bahwa barang siapa yang dapat memanjat tanpa memalingkan kepala ke kiri-kanan, akan berhasil mendapatkan barang pusaka yang bernilai. Mereka bergegas dan saling berebut memanjat tali tersebut.

Ada yang sudah memanjat sampai ratusan kilometer tapi terjatuh ke bawah karena ia memalingkan kepalanya.

Yang lainnya sudah memanjat hingga ribuan kilometer, juga terjatuh ke bumi karena menolehkan kepalanya ke atas bermaksud ingin cepat tiba.

Dari sekian yang mencoba, hanya ada seorang yang beruntung karena patuh kepada pesan yang diberikan tanpa memalingkan kepala. Ia dapat berkonsentrasi penuh. Memanjat secara bertahap, hari demi hari, tahun demi tahun…………….hingga berhasil mencapai tujuan dan mendapatkan barang pusaka yang tiada tara.

Ini sama halnya dengan anak-anak yang secara alamiah belajar dalam kebebasannya sendiri. Mengikuti kecenderungan kecerdasannya. Tetapi begitu orang tua mulai menetapkan target, maka hilanglah kesenangan dalam belajar. Belajar akan dilihat sebagai upaya keras untuk mencapai target yang telah ditentukan oleh orang tua. Dan ketika terlalu banyak berpikir atas apa yang akan Anda lakukan atau terlalu “rasional”, justru pada akhirnya Anda tidak akan pernah melakukan apa-apa. Jangan mau dipengaruhi oleh target atau juara kelas atau nilai 100, tapi fokuslah pada belajar saja, sehingga proses belajar Anda menjadi lebih alamiah, bukan sekedar paksaan.

Anda mungkin masih ingat sewaktu Anda ingin “menembak” seorang perempuan idola. Karena terlalu banyaknya pertimbangan, pada akhirnya Anda cenderung mengurung niat untuk menyatakan cinta Anda. Atau kalau Anda paksakan untuk mengatakannya, maka kemungkinan besar Anda akan ditolak, karena sebelumnya pikiran Anda terlalu dominan memikirkan berbagai hal-hal negatif dan resiko. Anda tidak berpikir unik dengan tampil dan percaya pada kelebihan-kelebihan Anda. Anda justru cenderung menyabotase diri dengan terlalu banyak mengevaluasi kekurangan diri sendiri.

Atau bagi Anda yang suka nonton sinetron terdapat contoh menarik untuk membedakan gaya berpikir training mindset dan berpikir unik. Terus terang saja, saya sendiri sangat jarang nonton sinetron. Andaikan pun saya menontonnya, saya sering melihat bagaimana aktor-aktor pendatang baru itu memainkan perannya. Nah bagi Anda yang suka nonton sinetron, mungkin dengan mudah dapat melihat perbedaan antara berpikir gaya training mindset dan berpikir unik (trusting mindset). Kebanyakan aktor pendatang baru itu memainkan perannya bukan dengan gaya berpikir unik tapi dengan gaya training mindset. Semua aktor itu harus membaca naskah teks yang akan dikatakan pada lawan mainnya pada saat memainkan perannya. Namun bagi aktor profesional berbicara saat memainkan peran tidak terlihat seperti membaca naskah teks. Hal ini terjadi karena mereka “tenggelam” atau mengalir dalam peran yang mereka bawakan. Berbeda dengan aktor kelas teri, mereka berbicara dalam bermain peran seperti layaknya mereka membaca naskah teks. Padahal aktor profesional dan aktor kelas teri, kedua-duanya sama-sama membaca naskah teks. Hal ini terjadi, karena pada aktor kelas teri, mereka berpikir seperti layaknya panduan sebuah training, dan aktor profesional berpikir secara alamiah mengikuti naskah teks.

Mari kita menggali lebih dalam lagi tentang proses kerja berpikir unik/trusting mindset ini. Anggap saja saat ini Anda sedang menjalani pemeriksaan kesehatan, dan dokter sedang mengetuk lutut Anda untuk mengetahui gerak refleks Anda, kemudian kaki Anda langsung menendang secara refleks tanpa Anda sadari. Ini disebut “miotatis” atau “refleks fleksor”. Kata neurobiologi tentang hal ini: ketukan palu menekan saraf sensori di lutut, mengubah struktur kimiawinya yang merupakan rangkaian reaksi, dan mengirimkan sinyal elektrik melalui saraf ke bagian lumbar di tulang belakang. Saraf yang menuju ke atas berhubungan dengan saraf motorik yang bergerak ke bawah, dan mengirimkan sinyal elektrik ke sekelompok otot yang membuat kaki Anda menendang. Jika Anda duduk di meja periksa dan dokter mengetuk lutut Anda tiba-tiba, kaki Anda akan langsung menendang bahkan sebelum otak Anda mendapatkan sinyal bahwa dokter membawa sebuah palu. Ahli saraf menyebut respons kimiawi-elektrik ini sebagai “daur proses infomasi tertutup” (closed loop information processing).

Refleks fleksor klasik adalah respons manusia yang jauh lebih sederhana daripada neurobiologi seekor tupai yang sedang melintasi kabel telepon. Ada empat jenis daur proses tertutup:

  1. Refleks monosinapsis (refleks fleksor) yang merupakan refleks terpendek dan tercepat, serta melibatkan sedikit saraf
  2. Refleks multisinapsis diatur di jaringan saraf tulang belakang. Misalnya, ketika Anda menginjak pecahan kaca secara tidak sengaja, dan kemudian Anda bergerak secara refleks untuk menghindarinya
  3. Fungsi pengatur batang otak yang mengatur jantung dan paru-paru
  4. Perilaku disengaja yang sudah terpola (patterned intentional behavior) diatur di thalamus dan sama dengan proses yang digunakan oleh tupai.

Semakin rumit fungsi, semakin banyak saraf dan persimpangan saraf yang terlibat. Dengan tubuh manusia yang terdiri dari 100 miliar sel saraf, refleks fleksor membutuhkan hanya dua sel untuk berfungsi dengan baik. Untuk daur proses tertutup yang lebih rumit, sebagaimana berada di batang otak atau thalamus, mungkin dibutuhkan ratusan ribu sel saraf. Walaupun demikian, korteks otak – yang merupakan asal dari pikiran sadar, penilaian, nalar, dan perhitungan – membutuhkan miliaran saraf untuk berfungsi. Pemrosesan informasi yang terjadi pada tingkatan ini atau training mindset, disebut daur terbuka. Begitu korteks otak terlibat, pengiriman data inderawi yang muncul agar tindakan terjadi dipengaruhi oleh beberapa bidang otak, yang menambahkan masukannya tersendiri sehingga memperlambat sistem, menghambat efisiensi perilaku, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan.

Pada dasarnya, tupai tidak memiliki korteks otak. Tetapi binatang ini memiliki thalamus, sekelompok saraf yang terdapat di otak, atau ganglia yang disebut sebagai generator pola. Kedua organ ini menghasilkan kegiatan yang terprogram ketika merespons rangsangan tertentu. Inilah tingkat tertinggi dari daur proses tertutup yang terjadi di otak. Tupai berlari melintasi kabel atau menemukan makanan hanya dengan menggunakan naluri yang sudah tertanam, atau memercayai naluri itu. Sinyal masuk, berubah menjadi pola di thalamus, dan kemudian mengirimkan respons. Jika angin meniup kabel telepon sehingga bergoyang-goyang, rangsangan inderawi itu dikirimkan ke thalamus tupai itu yang kemudian mengubah pola motorik yang dikirimkan ke luar sehingga membantu tupai itu untuk bereaksi terhadap perubahan dan tidak kehilangan keseimbangan ketika berlari di atas kabel telepon. Tanpa pengaruh korteks otak, tupai itu tidak terpengaruh oleh berbagai penilaian informasi yang rumit dan terus menggunakan daur proses tertutup sehingga ia tidak salah langkah, kehilangan keseimbangan, dan terempas ke tanah.

Sebagai manusia, kita dapat memastikan daur proses tertutup seperti itu dengan mengeluarkan pengaruh korteks otak dan membiarkan diri kita bereaksi terhadap rangsangan inderawi dengan respons motorik yang sudah kita miliki. Hal ini sama dengan sebuah pepatah: jika dadu sudah dilemparkan, maka Anda tidak perlu ragu/berpikir lagi. Orang-orang yang berprestasi puncak memiliki jenis berpikir seperti ini. Mereka tidak berhenti untuk berpikir tentang apa yang dimaksud dengan tindakan hebat itu. Sebaliknya, mereka langsung bertindak.

Kecuali perhatian Anda teralihkan oleh sensasi eksternal atau ketika Anda mengkritik diri Anda sendiri, pikiran sadar Anda akan mengubah semua ini menjadi daur proses terbuka. Begitu korteks otak diaktifkan, sistem mulai terlihat mirip jalan tol yang penuh kendaraan, dimana jutaan saraf mengeluarkan berbagai jenis neurotransmiter ke persimpangan sinapsis pada saat yang bersamaan dan bertemu generator yang memiliki pola yang sama (atau lebih buruk lagi, secara simultan bertemu generator pola yang berlawanan). Tergantung pada otak untuk menentukan kemana semua sinyal ini pergi. Ketika korteks otak menjadi sangat aktif, generator pola otak menjadi penuh sesak dan kemudian sistem menjadi kewalahan, menjadi tidak efisien, dan menghasilkan tindakan yang gagal dengan banyak kesalahan. Pendek kata, Anda tidak tampil dengan prima.

Di sinilah point utamanya. Ahli bedah tidak berbicara dalam hati, “Aku ini ahli bedah yang hebat. Aku melakukan operasi yang hebat. Ya, itulah aku.” Bicara sendiri seperti itu tidak hanya akan membuat si ahli bedah terlihat tolol, tetapi juga sangat berbahaya. Ahli bedah jangan memikirkan, “Pertama aku melakukan X, kemudian Y, dan apa yang akan muncul setelah itu, ya? Ah, baiklah. Aku akan melakukan Z.” Ahli bedah yang baik pergi bekerja, melakukan pembedahan demi pembedahan, jahitan demi jahitan, dan memercayai pelatihan dan pengalaman yang ia miliki. Selama pembedahan, mereka tidak lagi memikirkan apa yang sedang mereka kerjakan.


Orang-orang berprestasi puncak lebih sering berpikir dan bertindak berdasarkan intuisi, bukan pada memikirkan hal-hal detail dan probabilitas. Mereka bersyukur, pasrah dan berdoa. Mereka tidak memaksakan keinginan mereka pada masa depan yang belum terjadi. Mereka hanya berproses

Cara berpikir seperti ini juga berlaku bagi seorang penjual yang sukses. Selama transaksi, ahli penjualan tidak lagi memikirkan langkah-langkah yang tertulis di dalam panduan penjualan perusahaannya. Atau seorang pelajar yang berprestasi, sudah tidak lagi memikirkan apa yang harus dilakukan untuk mengerjakan soal-soal ketika ujian. Mereka hanya fokus pada apa yang mereka kerjakan dan mereka larut dalam kondisi itu. Atau ketika Anda menjadi pembicara. Ketika Anda tampil, maka Anda harus percaya dengan apa yang bawakan, bukan lagi mengisi otak Anda dengan berbagai kecemasan, apa yang harus Anda katakan, dan berbagai macam keragu-raguan. Siapa pun itu, orang-orang yang meraih prestasi puncak tampil berdasarkan filosofi mereka, bukan serangkaian instruksi. Mereka tidak harus mengingatkan diri untuk merasa percaya diri atau berkomitmen lebih dari orang lain. Mereka adalah orang yang sudah percaya pada dirinya sendiri.

Filosofi prestasi bukanlah mantra yang dapat Anda ulangi berkali-kali ketika tampil. Filosofi prestasi adalah panduan untuk membantu Anda tetap berpikir luar biasa (unik) walaupun ada banyak faktor yang mendorong Anda untuk kembali ke kebiasaan lama yang dulu Anda miliki atau menjadi selaras dengan orang kebanyakan.

Mari kita lihat tabel dibawah ini, yang membedakan antara berpikir unik/trusting mindset dan training mindset:

Training Mindset

Trusting Mindset

Pikiran aktif

Pikiran kosong

Menilai

Menerima

Analitis

Naluriah

Ilmiah

Artistik

Menginginkan sekarang juga

Sabar

Senang membuat perhitungan

Senang memberikan reaksi

Berusaha keras

Iseng

Kritis

Tenang

Memiliki tujuan

Ritmis

Mengendalikan

Membiarkannya terjadi begitu saja

Namun, ada satu hal penting yang perlu Anda ketahui. Respons-respon yang terjadi dalam pola tertutup, adalah respon-respon yang perlu dilatih terlebih dahulu. Tentu saja semua orang yang berprestasi puncak adalah orang-orang yang berlatih dengan baik, memiliki pengalaman luas, cerdas, dan dalam beberapa kasus benar-benar berbakat. Tetapi cara otak mereka bekerja ketika tampil lebih mirip dengan otak tupai daripada otak Einstein.

No comments:

Post a Comment