Dulu saya pernah
bertanya-tanya, apakah ada penelitian yang dilakukan terhadap manusia; dimana
penelitiannya dilakukan sejak masih kecil hingga tua dan bahkan meninggal?
Ternyata penelitian seperti itu ada dan dilakukan selama
75 tahun hingga saat ini. Sebuah penelitian terpanjang dalam sejarah. Lebih
menarik lagi karena penelitian ini menemukan apa yang membuat manusia bahagia.
Sebelum saya
mengupasnya, ijinkan saya mengajak Anda untuk mengamati diri sendiri. Untuk
hanya sekedar melakukan suatu kesalahan, akan terasa aneh jika kita tidak
mengutarakan kenapa kita melakukan kesalahan itu (biasanya untuk membenarkan
diri). Bahkan hingga hal-hal kecil, kita akan selalu merasa untuk menyampaikan
kenapa kita mesti melakukannya. Entah itu hanya sekedar mencolek teman, atau
hingga pada tindakan-tindakan penting.
Ini membuktikan bahwa
kita adalah makhluk “kenapa”. Kita adalah makhluk yang senantiasa merasa tidak
nyaman jika tidak menjawab “kenapa” atas apa yang kita lakukan. Ini karena
semua tindakan kita, bukan hanya sekedar tindakan tanpa arti, melainkan selalu
ada makna (alasan) yang mengiringi tindakan kita. Dan sebuah survey menunjukkan
apa yang terpenting (bermakna) bagi anak-anak muda jaman now. Lebih 80% dari
mereka menjawab bahwa yang terpenting bagi kehidupan mereka adalah uang. Dan
50% menjawab menjadi terkenal. Anak-anak muda ini memaknai kehidupan pada dua
hal utama, yaitu uang dan menjadi terkenal. Inilah makna kehidupan bagi mereka
agar bisa bahagia. Inilah fokus mereka, dimana mereka menghabiskan waktu dan
tenaga untuk mengejar keduanya. Investasi kehidupan mereka pada pekerjaan
semata demi meraih uang dan bisa terkenal.
Hal ini terlihat wajar
karena kebanyakan lingkungan kita mengajarkan kepada kita bahwa agar bisa
bahagia mesti ada uang dan kalau bisa juga terkenal. Lingkungan kita cenderung
mengajarkan pandangan dunia yang hedonis. Kehidupan hanya dimaknai pada sekedar
uang dan menjadi terkenal.
Nah, Robert Waldinger,
Director of the Harvard Study of Adult Development, menuturkan penelitiannya
tentang makna dan kebahagiaan. Seperti yang saya sampaikan, penelitian yang
dilakukan oleh Waldinger dan timnya adalah penelitian terlama dalam sejarah.
Waldinger sendiri adalah direktur generasi ke-4 dari penelitian tersebut. Penelitian
ini ingin mengetahui kisah kehidupan seorang manusia, dimulai semenjak remaja
hingga masa tuanya. Apa saja yang bisa dipetik pada seluruh kisah hidupnya?
Penelitian ini
dilakukan terhadap 724 pria selama 75 tahun, yaitu semenjak mereka semua masih
remaja. Bahkan sekitar 60 orang diantara mereka masih hidup, dan masih aktif
berpartisipasi mengikuti penelitian. Lebih mengejutkan lagi karena ternyata,
penelitian ini terus berlanjut kepada lebih dari 2.000 anak dari para pria
tersebut. Penelitian ini bermula di tahun 1938, dan meneliti dua kelompok pria.
Kelompok pertama adalah para mahasiswa baru di Harvard College. Sedangkan
kelompok kedua adalah anak-anak lelaki remaja yang tinggal di kawasan miskin
Boston. Kelompok kedua ini dipilih karena mereka berasal dari keluarga
bermasalah dan miskin.
Mereka semua akhirnya
tumbuh dewasa dan menjalani berbagai profesi. Ada yang menjadi dokter,
pengacara, bahkan ada yang menjadi presiden Amerika. Ada pula yang menjadi
buruh. Beberapa diantara mereka menjalani kehidupan strata sosial dari paling
bawah hingga terus menanjak naik. Ada juga yang sebaliknya. Beberapa
diantaranya pecandu alkohol hingga ada yang menderita gangguan kejiwaan. Penelitian
ini tidak hanya sekedar wawancara semata. Peneliti juga melakukan rekaman
dialog partisipan dengan istri mereka, menanyai anak-anak mereka, hingga
melakukan rekam medis dan memindai otak partisipan.
Lantas apa hasil peneltian tersebut?
Ternyata pelajaran
berharga tentang kehidupan. Tentang makna dan cara menjadi bahagia. Satu pesan
utama dari penelitian ini adalah bahwa hubungan yang baik membuat kita bahagia
dan sehat. Hubungan yang dilakukan, baik kepada keluarga ataupun kepada teman
dan komunitas sosial, menentukan tingkat kebahagiaan dan kesehatan kita. Namun
ini bukan hanya sekedar hubungan. Ini tentang hubungan yang berkualitas. Dan
pada titik inilah, makna yang kita lekatkan memiliki peran yang sangat penting.
Mereka yang memaknai
hubungan dengan baik, hangat, dan kasih sayang akan semakin bahagia dan sehat.
Lawannya adalah merasa hampa. Kehampaan (merasa sepi dan kosong) adalah
penyakit jiwa yang paling berbahaya. Kehampaan bisa dialami walau memiliki
keluarga. Kehampaan bisa dialami walau memiliki banyak teman. Kehampaan bisa
dialami walau memiliki banyak uang dan terkenal. Mereka yang merasa hampa, akan
memaknai dirinya dan kehidupan tanpa makna yang berarti. Hasil pindai otak
mereka pun menunjukkan penurunan drastis daya ingat, dan kepikunan. Oleh sebab
itu, hubungan yang baik dan berkualitas menjadikan hidup kita bermakna; dan ini
menjadikan kita bahagia dan sehat.
Nampaknya ini merupakan
fitrah kita sebagai manusia. Manusia diciptakan unik oleh Tuhan. Pada manusia
ada makna yang inheren. Ini karena dengan makna itulah, manusia menjadikan
hidupnya lebih berarti atau terasa hampa. Jika penelitian di atas merujuk makna
positif pada hubungan yang baik dan berkualitas, maka saya ingin mengajak Anda
pada menciptakan makna yang lebih tinggi lagi.
Karena kadar makna
menentukan tingkat kedewasaan kita, maka semakin tinggi dan positif pemaknaan
kita akan kehidupan, maka tentunya akan semakin dewasa diri kita, semakin
bahagia, dan menjadi manusia yang utuh.
Apa itu makna yang lebih tinggi lagi?
Penting bagi kita
menyadari bahwa makna ini inheren pada diri kita. Kadar makna menentukan siapa
kita. Jika seekor kucing makan hanya karena kebutuhan tubuhnya, maka manusia
makan bukan sekedar memenuhi kebutuhan tubuhnya, melainkan juga memenuhi
kebutuhan jiwanya melalui pemaknaan atas apa yang dilakukan. Dengan makna yang
inheren pada diri kita, maka kita bisa memaknai apa arti makan bagi kita. Kita
bisa hanya sekedar memaknai seperti seekor kucing, atau kita bisa memaknai
bahwa ini merupakan pemberian Tuhan, yang dengannya juga kita harus berbagi
dengan selain kita.
Menyadari kadar makna
ini, maka kita mestinya beranjak ke makna-makna yang lebih tinggi. Menyadari
bahwa adanya Tuhan dan meyakini Kasih dan Sayang-Nya dengan sepenuh hati. Maka
pada kadar pemaknaan di level inilah, kita pun akan mampu memaknai secara positif
hubungan-hubungan antar manusia.
Kita pun akan mampu
memaknai uang, kerja keras, dan popularitas dengan pandangan yang konstruktif.
Dan semuanya hanya alat kehidupan untuk menggapai makna-makna positif yang
lebih tinggi. Dan bukannya menjadikan semua itu sebagai tujuan hidup. Melainkan
menjadikan perjalanan menuju Tuhan (kembali kepada-Nya dengan membawa makna
yang sangat positif melalui apa yang kita lakukan di dunia) sebagai
satu-satunya tujuan hidup.
Karena tanpa makna yang
semakin positif, kita akan tenggelam dalam jurang kehampaan. Dimana kita merasa
hidup ini tak bermakna dan kesepian walau di tengah keramaian.
No comments:
Post a Comment