Penulis buku Kecerdasan
Emosional, Daniel Goleman, mengatakan bahwa optimis adalah tetap berusaha
melakukan hal terbaik, walau terdapat banyak rintangan dan tantangan.
Mengapa kita sebagai
manusia harus optimis?
Itu karena kita
diciptakan memang untuk optimis.
Mengapa bisa demikian?
Fisika klasik berhasil
menemukan bahwa partikel terkecil adalah atom. Menurutnya, semua alam fisik
dibentuk oleh atom-atom. Itulah sebabnya, atom, biasa juga disebut sebagai
partikel dasar. Namun ternyata fisika quantum menemukan bahwa masih ada yang
lebih kecil lagi dari atom. Partikel yang lebih kecil dari atom disebut
sub-atom. Inilah partikel terkecil yang dipercaya sebagai partikel dasar, yang
membentuk alam fisik. Saat sub-atom ini dipelajari dan diteliti, ternyata para
ilmuwan menjumpai keajaiban yang luar biasa.
Keajaiban yang luar
biasa itu adalah karena pergerakan dan perubahan sub-atom terjadi karena sangat
dipengaruhi oleh kesadaran manusia. Artinya apapun yang dipersepsikan oleh
manusia, maka sub atom tersebut akan bergerak dan berubah berdasarkan persepsi
tersebut. Karena sub-atom merupakan partikel dasar yang membentuk alam fisik,
maka dapat dikatakan bahwa perubahan di alam fisik ditentukan oleh kesadaran
kita sebagai manusia.
Saat kesadaran kita
cenderung negatif (pesimis), maka tanpa kita sadari, kesadaran kita tersebut
mempengaruhi gerakan dan perubahan sub-atom. Hasilnya adalah kita akan
cenderung hidup dalam kehampaan dan tak bisa meraih impian. Berbeda jika
kesadaran kita positif (optimis), maka kesadaran kita ini akan menjadikan hidup
lebih bermakna, memahami arti berjuang dan berusaha, serta meraih impian.
Karena kita secara
fitrahwi senantiasa menginginkan yang terbaik dan sempurna, maka tak ada jalan
lain untuk mencapainya, kecuali dengan membangun kesadaran diri yang optimis.
Ibn Arabi, seorang
ulama sufi, menuturkan bahwa proses kreasi dan kepenciptaan (produktifitas)
terjadi melalui izin Allah swt dan kekuatan (daya) yang diberikan kepada
manusia. Ini berarti bahwa impian kita hanya bisa terwujud melalui izin-Nya dan
pemanfaatan daya yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Pada konteks
pemanfaatan daya inilah, pentingnya memilih kesadaran yang optimis.
Tak ada sesuatu pun
yang bisa berubah dalam kehidupan ini tanpa izin-Nya dan usaha (daya) kita
sebagai manusia. Dan karena mustahil manusia diciptakan sebagai makhluk pasif,
maka tentunya hanya dengan kesadaran optimis-lah kita bisa melakukan banyak
perubahan positif dan mewujudkan tujuan bermakna kita.
Jika kita melihat ke
dalam otak manusia, akan ditemukan bahwa ketika manusia merencanakan sesuatu;
akan muncul ketakutan dan kekhawatiran pada dirinya.
Mengapa mesti muncul
rasa takut dan khawatir?
Itu karena manusia
belum tahu apa yang bakal terjadi di masa depan, melalui perencanaan dan
perjuangan mereka di masa kini. Dan ternyata, ketakutan dan kekhawatiran
tersebut bertujuan agar manusia, di masa kini, bisa semakin mantap
mempersiapkan langkah-langkah terbaik, memperbaharui rencana jika dibutuhkan,
mengambil tindakan kreatif, dan fokus pada usaha-usaha terbaik yang bisa
dilakukan.
Jadi otak kita pun
ternyata dirancang untuk takut dan khawatir akan masa depan. Namun takut dan
khawatir itu bertujuan agar kita semakin optimis dan tetap fokus berusaha dan
berjuang melakukan hal terbaik.
Oleh sebab itu,
merugilah mereka yang masih memilih pesimis, padahal ia diciptakan untuk
optimis; diciptakan untuk melakukan perubahan positif; diciptakan untuk
mewujudkan tujuan bermakna. Manusia diciptakan untuk menciptakan keajaiban
dalam hidup ini. Agar keajaiban ini bermanfaat bagi sesama dan alam semesta.
Seperti firman Allah
swt:
“... janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 39:53)”.
“... maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang
berputus asa (QS 15:55)”.
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir (QS 12:87)”.
No comments:
Post a Comment