Tuesday, June 19, 2007

Blog Baru

Salam Bahagia,

Kabar baru untuk Anda. Selain Anda bisa membaca artikel-artikel yang sesuai dengan tema blog ini, Anda juga bisa mendapatkan informasi-informasi yang lain di blog saya yang lain.

Anda bisa melihatnya di: http://syahrilsy.multiply.com

Semoga bermanfaat

syahril

Seminar Dan Nonton Bareng THE SECRET

Salam Bahagia Untuk Anda Semua,

Dalam waktu dekat, kami akan melaksanakan "SEMINAR DAN NONTON BARENG THE SECRET", sebuah film yang mengungkapkan RAHASIA SUKSES dan BAHAGIA.

Tunggu kabar selanjutnya!

Dapatkan pula Workbook The Secret dalam Bahasa Indonesia, GRATIS!

Friday, June 15, 2007

Kekecewaan dan Perubahan serta Harapan


Kita semua memiliki beberapa kekecewaan dalam hidup kita yang kemudian ternyata bukanlah “masalah besar” seperti yang kita kira pada waktu itu. Orang sering berkata mereka “berubah bersama waktu”, tetapi bukanlah panjang waktu yang mengubah mereka. Yang berubah adalah bagaimana mereka mengingat kenangan itu (Andreas dan Faulkner, 1998).

Adalah tepat pernyataan di atas, mengingat waktu itu sendiri bersifat “ilusi”. Kita sesungguhnya tidak mengenal hari kemarin, hari ini dan hari esok William James – Psikolog Amerika Terpandang – bahkan berkata, “Perubahan terbesar dalam generasi kita adalah pada saat kita mengetahui bahwa manusia dapat mengubah aspek luar kehidupan mereka dengan cara mengubah sikap yang berada dalam pikiran mereka”.

Coba simak kisah nyata berikut ini :

Siapa yang tak mengenal Sylvester Stallone, dia adalah actor Hollywood yang terkenal. Tapi mari kita lihat sejenak kisahnya sebelum menjadi actor yang terkenal. Pada tahun 1974 Sylvester Stallone adalah seorang aktor dan penulis naskah cerita yang bokek, berkecil hati. Ketika menonton suatu pertandingan tinju, ia terinspirasi oleh seorang petinju “bukan siapa-siapa” yang “menempuh jarak jauh” bersama Mohammed Ali yang besar.

Buru-buru ia pulang dan dalam keluaran kreatif selama tiga hari mengahasilkan draf pertama dari naskah cerita berjudul Rocky.

Bersamaan dengan $106 terakhirnya, Stallone mengajukan naskah ceritanya itu kepada agennya. Sebuah studio menawarkan $20,000 dengan tokoh utamanya dibintangi oleh Ryan O’Neal atau Burt Reynolds. Stallone kegirangan mendapatkan penawaran tersebut tetapi ingin membintangi tokoh utamanya sendiri. Ia menawarkan diri untuk bermain cuma-cuma. Ia diberitahu, “Bukan begitu caranya di Hollywood”. Stallone pun menolak penawaran tersebut walaupun sesungguhnya sangat membutuhkan uangnya.

Lalu mereka menawarkannya $80,000 dengan syarat bukan dia yang membintangi tokoh utamanya. Kembali ia menolak.

Mereka memberitahunya bahwa Robert Redford tertarik, dan mereka bersedia membayar Stallone $200,000. Sekali lagi Stallone menolak mereka.

Mereka naikkan penawaran menjadi $300,000 untuk naskah ceritanya itu. Stallone memberitahu mereka bahwa ia tidak mau menjalani seumur hidupnya bertanya-tanya “bagaimana seandainya”?

Mereka menawarkan Stallone $330,000. Stallone memberitahu mereka bahwa ia lebih baik tidak melihat filmnya dibuat kalau tidak boleh membintangi tokoh utamanya.

Akhirnya mereka setuju Stallone membintangi tokoh utamanya. Ia dibayar $20,000 untuk naskah ceritanya ditambah $340 per minggu sesuai upah minimal aktor. Setelah dipotong biaya-biaya, komisi agen, dan pajak, ia hanya mendapatkan penghasilan bersih sebesar $6,000 ketimbang $330,000.

Pada tahun 1976 Stallone dinominasikan meraih Academy Award sebagai Aktor Terbaik. Film Rocky tersebut memenangkan tiga Oscar : Film Terbaik, Sutradara Terbaik dan Pengeditan Film Terbaik. Serial Rocky setelahnya meraih hampir $1 milyar, menjadikan Sylvester Stallone seorang bintang film internasional!

Kalau Anda “keras kepala” dengan impian Anda dan percaya bahwa bisa diraih, maka itu adalah jalan yang tepat bagi Anda untuk melaluinya. Kebanyakan orang, mungkin akan mengatakan “Anda gila”, tetapi ingatlah satu hal bahwa Anda gila karena harapan yang ingin Anda capai. Karena perubahan terjadi disebabkan Anda telah merubah diri Anda terlebih dahulu. Dan pada akhirnya, ketika impian Anda telah tercapai, kekecewaan dan kegagalan yang pernah Anda lalui akan menjadi suatu kenangan yang begitu indah.

Cara Berpikir Orang NLP

“NLP itu pola pikir, bukan hanya teknik,” ujar salah seorang trainer NLP yang pernah menjadi instruktur dalam pelatihan NLP yang saya ikuti. Mendengar itu, saya yang belum lama mendengar istilah NLP pun sedikit penasaran: apa yang dia maksud dengan ‘pola pikir NLP’ itu. Sepenangkapan saya waktu itu, beberapa konsep dan teknik NLP yang diajarkan sebenarnya tidak terlalu asing bagi saya. Ia hanyalah pengembangan mutakhir dari psikologi juga—latar belakang pendidikan saya. Hanya saja, ketika itu rasa ingin tahu saya pun terpecut akibat hasil-hasil praktik NLP yang dipaparkan oleh sang trainer. Jadilah saya kemudian mencari berbagai macam cara untuk mempelajari NLP sedikit lebih dalam.

Alhasil, dalam beberapa bulan belakangan saya berhasil menemukan beberapa buku NLP. Ditambah ‘rejeki nomplok’ yang saya terima di awal tahun untuk mengikuti pelatihan Systemic NLP, mulai terbukalah mata, telinga, dan hati saya terhadap ilmu yang satu ini. Perlahan-lahan, saya pun mulai setuju: NLP memang adalah suatu pola pikir.

Loh kok?

Ya, NLP memang ilmu tentang manusia. Berbeda dengan psikologi yang berisi kumpulan pandangan dari para ahli dengan sudut masing-masing, NLP fokus pada bagaimana menjadikan manusia efektif. Karena itulah maka sejak awal (dan sampai saat ini tentunya) NLP banyak mempelajari mereka yang excellent dalam bidangnya masing-masing. Nah, dari fokus inilah kemudian lahir dasar filosofi yang menjadi fondasi dari pengembangan teknik-teknik NLP lebih lanjut. Nah, pada bahasan kali ini, saya akan membahas 2 dasar filosofi NLP, yaitu The Pillars of NLP dan NLP Presuppositions.

The Pillars of NLP

Ini adalah 6 prinsip dasar yang menjadi landasan utama jika Anda dan saya ingin mempelajari NLP secara utuh, yaitu:

  1. Diri sendiri. Diri kita sendiri adalah bagian yang paling penting dari setiap proses intervensi dalam NLP, sebab NLP baru menjadi berguna jika kita gunakan secara utuh. Selayaknya sebuah pisau dapat digunakan untuk memasak atau melukai orang lain, baik atau buruknya efek yang ditimbulkan oleh NLP juga amat ditentukan oleh diri kita sendiri sebagai pelaku praktik NLP. Begitupun tingkat kesuksesan kita dalam menggunakan NLP juga amat tergantung dari seberapa ahli kita dalam menguasai setiap detilnya. Semakin kongruen kita, semakin sukses lah kita. Kongruen disini adalah ketika tujuan, keyakinan, dan nilai-nilai yang kita miliki sejalan dengan perilaku dan ucapan yang kita lakukan.
  2. Presuppositions. Presuposisi adalah prinsip dasar dari NLP yang digunakan untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknik-teknik NLP. Ia adalah taken for granted, yang membedakan NLP dibanding yang lain.
  3. Rapport. Rapport adalah hubungan yang berkualitas yang dihasilkan dari rasa saling percaya. Anda baru bisa mendapatkan rapport hanya jika Anda sudah bisa memahami dan mengerti cara orang lain melihat dunia dari sudut pandang mereka. Dengan kata lain, rapport adalah seperti kita berbicara dengan bahasa orang lain. Ketika kita sudah memiliki rapport, orang yang kita ajak bicara akan merasa dihargai dan seketika menjadi lebih responsif. Sekalipun dapat dibangun secara instan, dalam jangka panjang rapport membutuhkan rasa saling percaya yang tinggi.
  4. Outcome. Kunci utama untuk menguasai keterampilan dasar dari NLP adalah memahami secara rinci apa yang Anda inginkan dan mampu membantu orang lain untuk juga memahami secara rinci apa yang mereka inginkan. Keterampilan NLP selalu didasarkan pada fokus untuk memikirkan hasil yang kita inginkan, sehingga kita selalu mengambil tindakan yang berorientasi pada tujuan. Pola pikir hasil ini dibagi menjadi 3:
    • Memahami kondisi saat ini
    • Memahami kondisi yang kita inginkan
    • Merencakana strategi untuk mencapainya
  5. Feedback. Sekali kita memahami apa yang kita inginkan, kita harus selalu menaruh perhatian terhadap hasil yang sudah kita capai sejauh ini, sehingga kita selalu tahu apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Inilah yang dinamakan dengan feedback. Kita harus terus memperhatikan secara jeli berbagai informasi yang kita dapat melalui apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan.
  6. Flexibility. Ketika Anda tahu apa yang Anda inginkan dan apa yang Anda dapat sejauh ini, ketika itu pula lah Anda harus memiliki cukup banyak strategi untuk mencapainya. Satu cara tidak bekerja, segera gunakan cara lain. NLP selalu mendorong tiap orang untuk senantiasa fokus pada tujuan dan fleksibel dalam menggunakan berbagai macam cara untuk mencapainya.

NLP Presuppositions

Presuposisi adalah prinsip utama, filosofi dasar, dan belief dari NLP. Prinsip-prinsip ini memang bukanlah sesuatu yang universal, karenanya kita tidak harus benar-benar meyakini kesemuanya. Ia disebut sebagai presuposisi karena kita memang dengan sengaja meyakininya sebagai sesuatu yang benar dan bertindak berdasarkan itu. Pada dasarnya, presuposisi sebenarnya adalah kumpulan dari suatu set prinsip etika kehidupan.

  1. People respond to their experience, not to reality itself. Kita tidak pernah tahu pasti apa yang disebut dengan realita. Indra, keyakinan, dan pengalaman masa lalu kita memang memberikan sebuah peta sebagai gambaran bagaimana seharusnya kita bertindak, namun yang namanya peta tidak pernah sama persis dengan daerah yang digambarkannya. Kita tidak pernah tahu daerah aslinya, maka bagi kita peta itu adalah daerah aslinya (the map is the teritory). Beberapa jenis peta memang cukup baik dalam menggambarkan keadaan aslinya, karenanya kita bisa berlayar dalam hidup dengan aman. Namun peta yang salah tentu akan mengakibatkan kita tersasar ke daerah yang salah pula. NLP adalah seni untuk mengubah peta ini sehingga kita memiliki kebebasan yang lebih besar untuk menentukan arah hidup kita.
  2. Having a choice is better than not having a choice. Selalu mencari sebuah peta yang bisa memberikan Anda pilihan paling banyak dan selalu mengambil tindakan yang memungkinkan Anda untuk memiliki lebih banyak pilihan. Semakin banyak pilihan yang Anda miliki, semakin Anda memiliki kebebasan, dan semakin besar pula pengaruh yang Anda miliki.
  3. People make the best choice they can at the time. Setiap orang selalu berusaha untuk membuat pilihan yang terbaik yang mereka bisa, sesuai dengan peta yang mereka miliki. Pilihan tersebut bisa jadi buruk dan merusak, namun bagi diri mereka sendiri, ini adalah langkah terbaik yang bisa mereka ambil. Beri mereka pilihan yang lebih baik, maka mereka dengan mudah menerimanya. Lebih jauh, beri mereka peta yang mampu menyediakan lebih banyak pilihan yang lebih baik.
  4. People work perfectly. Tidak ada seorang pun yang benar-benar melakukan hal yang salah. Kita semua menjalankan strategi yang kita punya dengan sempurna. Kalau pun ternyata hasilnya tidak sempurna, maka strategi itulah yang barangkali memang tidak efektif. Cari tahu strategi Anda dan orang lain, sehingga Anda bisa menyesuaikan strategi yang Anda miliki agar lebih efektif.
  5. All sctions have a purpose. Perilaku kita bukanlah sesuatu yang acak, sebab kita selalu berusaha untuk mencapai sesuatu dari perilaku yang kita munculkan, sekalipun kita tidak selalu sadar akan hal itu.
  6. Every behavior has a positive intention. Semua tindakan yang kita ambil setidaknya memiliki 1 tujuan—untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan yang menguntungkan bagi kita. NLP memisahkan intensi yang ada di balik setiap perilaku dari perilaku itu sendiri. Kita tidak dapat menilai seseorang dari perilaku mereka, sebab ketika mereka memiliki pilihan perilaku yang lebih baik dan tetap bisa memenuhi intensi positif mereka, mereka pasti akan mengambilnya.
  7. Pikiran bawah sadar menyeimbangkan pikiran sadar. Pikiran bawah sadar adalah semua hal yang tidak muncul di pikiran sadar pada suatu waktu tertentu. Ia mengandung semua sumber daya yang kita butuhkan untuk hidup dalam keseimbangan.
  8. The meaning of the communication is not what you intend, but also the response you get. Respon tersebut bisa jadi bukanlah sesuatu yang Anda inginkan, namun tidak pernah ada kegalalan dalam komunikasi, ia hanyalah umpan balik agar Anda menyesuaikan cara komunikasi Anda.
  9. We already have all the resources we need or we can create them. Tidak ada yang namanya unresourceful people, yang ada hanyalah unresourceful state of mind.
  10. Mind and body form a system, keduanya adalah ekspresi yang berbeda dari seseorang yang sama. Pikiran dan tubuh saling berinteraksi dan mempengarusi satu sama lain. Mustahil kita bisa membuat perubahan pada salah satunya tanpa mengakibatkan perubahan pada yang lain. Ketika kita berpikir dengan cara yang berbeda, tubuh kita akan berubah. Ketika kita bertindak dengan cara yang berbeda, pikiran kita pun akan berubah.
  11. We process all information through our senses. Mengembangkan indra yang Anda miliki agar kesemuanya lebih peka terhadap berbagai informasi yang muncul akan membuat Anda lebih jelas dalam berpikir.
  12. Modelling successful performance leads to excellence. Jika ada seseorang yang bisa melakukan sesuatu dengan sempurna, maka ia bisa kita model untuk kemudian kita ajarkan kepada orang lain. Dengan demikian, setiap orang bisa mempelajari untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan cara mereka sendiri. Anda tidak akan menjadi kloning dari orang yang Anda model, Anda hanya belajar dari mereka.
  13. If you want to understand, act. Inti dari belajar terletak pada praktik.

Nah, Anda sudah memulai perjalanan untuk menjadi orang NLP sekarang. Pertanyaan saya: manakah dari semua presuposisi tersebut yang belum sesuai dengan diri Anda?

Silakan jawab pertanyaan ini sebelum kita melangkah lebih jauh J.

Sumber: Teddi Prasetya Yuliawan

Wednesday, June 13, 2007

MERUBAH PERSEPSI


Di tanah dimana orang berhenti mendambakan kedamaian

datanglah kepastian

- Lao Tzu -

Peristiwanya sendiri tidaklah penting.

Yang penting adalah bagaimana kita memandang dan

memaknai peristiwa tersebut

- I Tjing -

Pada tahun 1870, Russel H. Conwell yang berusia 27 tahun bekerja sebagai koresponden internasional untuk majalah American Traveler, sebuah jurnal mingguan yang diterbitkan di Boston. Karena tugas, ia sedang menumpang karavan yang dihela oleh unta di sepanjang lembah diantara sungai Tigris dengan sungai Efrat di Mesopotamia ketika ia dan pemandu Arabnya berdongeng untuk menghibur para turis Amerika itu.

Conwell yang masih muda sangat terkesan dengan legenda tentang seorang petani Persia yang sangat makmur, Ali Hafed. Terpancing oleh dongeng seorang Imam Budha, Ali Hafed meninggalkan ladangnya sendiri yang subur untuk mencari kekayaan luar biasa di ladang berlian yang dimitoskan.

Ke mana-mana Ali Hafed menjelajah, dengan kaki sakit serta lesu. Usia muda dan kekayaannya menghilang, dan ia mati jauh dari rumahnya, sebagai seorang pengemis tua yang kecewa. Tidak lama setelah itu, kata sang pemandu, berhektar-hektar berlian yang indah ditemukan di ladang Ali Hafed sendiri.

Bagi turis lainnya, itu hanya satu lagi dongeng yang menggiurkan, tetapi dalam benak Conwell telah ditaburkan suatu kebenaran besar. Baginya dongeng tersebut mengatakan: “Berlianmu bukanlah di pegunungan atau lautan yang jauh, berlianmu ada di halaman belakangmu sendiri, kalau saja kamu mau menggalinya.”

Seumur hidupnya Conwell menerapkan pelajaran berharga tersebut berulang kali. Walaupun ia menulis 40 judul buku, ia paling dikenang karena ceramahnya yang terkenal “Berhektar-hektar Berlian”. Di awal tahun 1900-an ia menjadi orator panggung yang paling terkemuka di Amerika. Menjelang akhir hayatnya, pada tahun 1925 ia telah menyampaikan ceramahnya lebih dari 6000 kali di kota demi kota di seluruh penjuru Amerika. Ceramahnya didengar oleh jutaan dari mimbar maupun panggung umum, dan lewat radio, dan hari ini masih banyak yang membaca cerita pendeknya yang praktis dan optimis, serta mendengarkannya lewat kaset. Uang dari pidatonya digunakan untuk membiayai beasiswa bagi kecintaan Conwell yang lain – Temple University di Philadelphia. Bagaimana ini terjadi sudah merupakan cerita besar tersendiri.

Suatu malam pada tahun 1884, seorang pemuda mendekati Conwell dan mengekspresikan hasrat untuk menyiapkan suatu pelayanan Kristiani. Conwell menawarkan untuk mengajari pemuda ini satu malam setiap minggunya, tetapi pada malam yang disepakati ternyata muncul tujuh pemuda yang tulus. Kelas Conwell pun segera berkembang jumlahnya, sehingga terpaksa dicari guru-guru lainnya, sampai harus menyewa sebuah ruangan, lalu sebuah gedung, lalu dua gedung. Dalam waktu beberapa tahun kelompok studi ini telah berkembang dari tujuh orang menjadi beberapa ratus murid, dan akte pendirian “The Temple College” pun diterbitkan pada tahun 1888. Tentu, Conwell sudah terpilih menjadi presidennya, posisi yang dipegangnya selama 38 tahun berikutnya. Akte pendirian Temple University diterbitkan pada tahun 1907.

Sekarang ini, Temple University mempunyai 29.000 siswa. Ini adalah universitas terbesar ke-39 di Amerika Serikat dan penyedia pendidikan professional terbesar di negara ini.

Dengan menggunakan bahasa Conwell, ladang berlian yang dimaksud adalah potensi Anda, potensi yang ada pada diri kita masing-masing. Salah satu potensi manusia yang luar biasa adalah kemampuan untuk berpikir. “Dengan menguji pikiran seseorang tanpa kenal lelah, ia bisa memahami sifatnya sendiri. Seseorang yang memahami sifatnya memahami surga,” kata Mencius.

Berbicara tentang pikiran, maka kita akan melihat bahwa pikiran kita adalah “makhluk” yang gelisah. Selalu bergerak, mereka berkeliaran tanpa henti, melompat dari ingatan masa lalu menuju fantasi masa depan, secara konstan merancang dan merencanakan, mengejar kesenangan dan menghindari ketakutan.

Tak heran jika begitu banyak orang merasa letih sepanjang hari dan kehabisan tenaga di akhir hari. Tak heran juga jika begitu banyak orang mencoba membungkam pikiran mereka dengan televisi, alkohol atau narkoba.

Kenneth R. Pelletier, Ph.D, pengarang Mind as Healer, Mind as Slayer, mencatat sejumlah penelitian mengenai supremasi kemarahan. Karena pikiran kita melibatkan emosional, maka pikiran yang tak sehat dapat menimbulkan kemarahan. Dan ternyata, penelitian yang dilakukan tersebut terhadap 5.000 pasien arthritis rematoid, menemukan bahwa banyak diantara mereka yang mempunyai ciri-ciri khas kepribadian tertentu yang sama. Hal serupa dilakukan pula oleh Marjorie Brooks, Ph.D, seorang professor di Jefferson Medical College di Philadelphia, terhadap pola-pola riwayat hidup 400 pasien kanker. Pasien-pasien tersebut memiliki beberapa kemiripan yang menarik, yaitu ketidakmampuan untuk menyatakan marah. Kemarahan yang melanda mereka terjadi akibat pola pikir yang tidak sehat, sehingga menyebabkan kemarahan, yang ironisnya kemarahan tersebut dikekang atau seringnya melakukan sikap permusuhan yang tidak ditampakkan.

Seperti perkataan Ivan Burnell, “Hanya hal-hal terbaik yang pernah terjadi pada diri Anda atau … Hanya hal-hal terburuk yang pernah terjadi pada diri Anda.” Semuanya, pada akhirnya, tergantung pada pilihan kita masing-masing. Dan pilihan tersebut diawali dengan perubahan persepsi terlebih dahulu.

Saya akan menutup tulisan ini (mohon doanya, agar tulisan-tulisan saya dapat terus berlanjut sebagai sebuah seri tulisan) dengan sebuah kisah:

Benarkah hidup itu indah? Di mata seorang wanita tua, yang terjadi justru sebaliknya: Hidup begitu menyedihkan! Bahkan wanita ini menangis setiap hari. Apabila hari hujan ia menangis, begitu pula bila hari panas. Seorang lelaki yang kebetulan lewat merasa iba dan bertanya kepadanya, “Mengapa Ibu menangis?” Sambil tersedu-sedu, wanita itu menjawab, “Aku punya dua orang putri, yang sulung menjual sepatu kain dan yang bungsu menjual payung. Apabila hujan turun, aku sedih memikirkan putri sulungku yang sepatu kainnya tidak laku. Sebaliknya bila cuaca panas, aku sedih memikirkan putri bungsuku yang payungnya tidak laku.” Mendengar hal itu lelaki tadi berkata, “Agar bisa bahagia, cobalah Ibu pikirkan yang sebaliknya. Kalau hujan turun, pikirkan putri bungsumu. Pasti payungnya akan banyak terjual. Sebaliknya kalau cuaca panas pikirkan putri sulungmu. Bukankah sepatu kainnya akan laku keras pada saat itu?” Wanita itu mendengarkan nasihat tersebut dengan sungguh-sungguh, dan sejak saat itu ia tak pernah menangis lagi. Bahkan, ia selalu bersyukur dan tertawa setiap hari.

Monday, June 11, 2007

Anak, Cinta, dan Pengayaan Lingkungan


Cinta adalah resep paling penting dalam pendidikan anak-anak

- Profesor Marian Diamond -

Pertama-tama saya ingin mengajak Anda untuk mengikuti laporan penelitian yang dikemukan oleh Gordon Dryden dan Dr Jeannette Vos, dalam Revolusi Cara Belajar. Berikut ini adalah petikan laporannya:

Para peneliti membuktikan bahwa 50 persen kemampuan belajar Anda ditentukan dalam empat tahun pertama. Dan Anda membentuk 30 persen yang lain sebelum mencapai usia delapan tahun.

Ini tidak berarti bahwa Anda menyerap 50 persen pengetahuan, 50 persen kebijaksanaan, atau 50 persen kecerdasan pada ulang tahun keempat. Namun, ini berarti bahwa dalam empat tahun pertama itu, Anda membentuk jalur-jalur belajar utama di dalam otak Anda. Hal-hal lain yang Anda pelajari sepanjang hidup Anda akan dibangun di atas dasar tersebut. Anda juga menyerap sejumlah besar informasi dalam empat tahun pertama itu. Dan seluruh pembelajaran berikutnya akan terbentuk dari dasar tersebut.

Penjelasan ini memberikan gambaran pada kita, bahwa betapa pentingnya pendidikan usia dini. Pertanyaan sederhana yang dapat kita ajukan adalah: bagaimana pendidikan usia dini tersebut?

Mari kita ikuti penjelasan Profesor Marian Diamond berikut:

Dengan membedah otak manusia yang dikirim dari kamar mayat terdekat, dia memulai dengan bagian dasarnya. “Area kecil ini disebut dengan medulla,: jelasnya. “ia mengatur detak jantung dan proses respirasi, jadi ia sangatlah penting bagi kehidupan. Panjangnya hanya beberapa inci, dan sama panjang dengan yang dimiliki otak simpanse. :Namun, kapasitas medulla pada manusia berkembang tiga kali lipat daripada simpanse.

“Di sebelahnya adalah serebelum. Secara harfiah maknanya ‘otak kecil’. Ia bertanggung jawab dalam proses koordinasi dan keseimbangan. Dan baru akhir-akhir inilah kita menemukan betapa pentingnya ia dalam proses belajar dan berbicara.”

Lalu dia mengangkat bagian atas otak, bagian yang tampak seperti kenari raksasa yang berkerut-kerut: cortex. “Jika ini tidak terlipat, luasnya akan menjadi seperempat meter persegi.” Mengapa ia dilipat? “Ya, kami yakin ia telah berkembang selama lebih dari ribuan abad. Pada dasarnya, untuk melalui kanal kelahiran manusia, bagian otak ini harus melipat dirinya sendiri.” Menurut banyak ilmuwan, otak mengembangkan kapasitasnya seiring dengan turunnya nenek moyang kita dari pohon, mulai berjalan tegak, belajar menggunakan api, mulai menggunakan dan membuat alat, dan belajar berbicara.

Professor Diamond, ilmuwan yang membedah otak Einstein, mengatakan: “Anda akan menemukan bagian yang terakhir berevolusi dari otak tepat di belakang kening anda: lobus frontal. Ini sangat penting bagi kepribadian anda, untuk perencanaan ke depan, untuk pengurutan ide-ide. Bagian inilah yang paling membedakan manusia modern dengan nenek moyangnya.”

Di bagian belakang dia menunjuk area tepat di belakang kening. “Karena saya sedang berbicara pada anda sekarang, bagian otak saya yang inilah yang bekerja. Kami menyebutnya area pengendali ucapan (motor speech area). Agar memahami kata-kata saya (sambil menunjuk area lain pada otak bagian depan), bagian-otak pendengar inilah yang memegang peranan.”

Kita semua tahu bahwa kita tidak memproses penglihatan melalui mata saja. Profesor Diamond menunjuk pada bagian belakang kepalanya. “Anda akan menemukan cortex visual di belakang ini. Ketika bagian ini terkena benturan, anda seperti melihat bintang-bintang. Anda menggetarkan cortex visual anda.”

Sambil membedah otak tersebut, dia menjelaskan setiap bagian: area yang menggerakkan lengan, tungkai, dan jari-jari; bagian yang mengendalikan perasaan, rasa sakit, temperatur, sentuhan, tekanan, dan pendengaran.

Dan ketika sampai pada sistem limbik, Profesor Diamond mulai mengungkapkan rahasia yang lebih dalam: bagian otak yang berurusan dengan ketakutan, kemarahan, emosi, seksualitas, cinta, gairah. Kelenjar pituitari yang memproduksi hormon. Kemampuan otak untuk menunjukkan dan menghentikan rasa sakit. Dan cara otak yang sangat ajaib dalam mengirim pesan-pesan dalam dirinya dan di seluruh tubuh: pesan-pesan yang secara terus-menerus mengubah impuls-impuls listrik menjadi aliran-aliran kimiawi. Bagi Dr. Diamond, seluruh elemen ini benar-benar membuktikan adanya potensi besar otak manusia yang belum dimanfaatkan sepenuhnya.

Kami bertanya kepadanya, pesan apa yang akan dia sampaikan mengenai masalah otak jika dia dapat berbicara secara pribadi dengan setiap orang di bumi ini. Jawabannya jelas dan ringkas, “Saya akan memberi tahu mereka tentang betapa dinamisnya otak mereka, serta kenyataan bahwa otak dapat berubah pada usia berapa pun, sejak lahir sampai akhir kehidupan. Otak dapat berubah secara positif jika dihadapkan pada lingkungan yang diberi rangsangan. Sebaliknya, otak dapat menjadi negatif jika tidak diberi rangsangan.”

Penjelasan ini sebagai bukti bahwa otak akan semakin berkembang jika diberi banyak rangsangan. Mari kita lihat lagi penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan saraf Fred Gage dan rekan-rekannya di The Salk Institute for Biological Studies di Lajolla, California. Mereka menempatkan bayi-bayi tikus dalam dua kelompok: kelompok pertama pada sangkar-sangkar laboratorium yang biasa, dan kelompok kedua pada lingkungan yang “diperkaya” dengan anak-anak tangga, roda-roda yang berputar, makanan baru, dan banyak interaksi sosial. Dua bulan kemudian, tikus yang sudah “remaja” ini mengalami penelitian otak yang menggunakan obat pelacak untuk mendeteksi sel-sel otak baru. Menurut Dr. Gage, peneliti menghitung setiap sel dalam hipocampus dari kedua kelompok tikus. Tikus-tikus yang tumbuh dalam sangkar biasa mempunyai 270.000 neuron pada setiap belahan hipocampus. Dengan sangat menakjubkan, tikus yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh permainan, memiliki 50.000 sel otak lebih banyak pada setiap belahan hipocampus. Artinya lingkungan yang penuh rangsangan menambahkan 20 persen lebih banyak sel otak, yang ditempatkan secara strategis dalam memori dan pusat belajar otak mereka!

Selain memperkaya lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak, Profesor Diamond memperkenal sebuah konsep tentang pendidikan. Konsep tersebut bertemakan: Setiap orang mengajari seseorang yang lain. Profesor Diamond percaya bahwa seorang anak TK sekalipun dapat belajar menjadi seorang guru. Dia bertanya, “Mengapa kita menghabiskan 12 hingga 15 tahun hanya untuk diajari? Apa yang dipelajari pada hari pertama sekolah bukan hanya dapat dibagi dengan sesama teman sekolah, tetapi juga dengan orang tua.” Jadi, sebagai orang tua, yang perlu dilakukan adalah banyak mendengarkan penjelasan anak atas apa yang telah diperolehnya di sekolah. Bukan dengan memberikan banyak perintah dan ceramah tambahan, sehingga membuat anak semakin bosan.

Hal penting lainnya yang sangat mendukung adalah memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus. Ini seperti hukum sebab akibat, dimana ketika kita memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus, maka kita pun akan mendapatkan cinta dan kasih sayang, serta perkembangan yang baik dari mereka. Begitu pun sebaliknya. Anda tentu masih ingat dengan pepatah: apa yang kita tanam, itu yang kita tuai.

Dalam penelitian ilmiah, cinta yang tulus dalam mendidik dapat kita lacak pada penelitian yang dilakukan Profesor Robert Rosenthal dari Universitas Harvard:

Pada tahun ajaran baru, seorang kepala sekolah memanggil guru untuk diberikan pengarahan. Guru tersebut diberi kehormatan dan kesempatan untuk mengajar di kelas pilihan. Kelas ini berisi anak-anak dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Tentu saja guru tersebut sangat senang mengajar kelas ini. Dan pada akhir semester dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar. Ternyata memang para murid itu mencapai hasil jauh di atas rata-rata. Dan sang guru tentu sangat bangga dengan prestasi ini. Berarti ia telah mengajar dengan baik sekali.

Setelah melihat hasil evaluasi yang sangat baik, guru tersebut lalu diberitahu bahwa sebenarnya murid di kelas pilihan itu adalah murid yang prestasinya biasa-biasa saja dan malah cenderung agak rendah. Selain itu mayoritas anak di kelas itu sebenarnya masuk dalam kategori anak bermasalah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi murid berbanding lurus dengan tingkat ekspektasi (pengharapan) guru. Dalam penilaian saya, cinta dan kasih sayang yang tulus akan menumbuhkan harapan yang positif dalam membantu perkembangan anak.

Sebagai penutup, saya akan memberikan 10 prinsip dasar yang didasarkan pada ribuan riset dalam mengasuh anak:

  1. Apa yang Anda lakukan sangatlah berpengaruh
  2. Anda tak bisa terlalu mencintai
  3. Libatkan diri dalam kehidupan anak Anda
  4. Sesuaikan pola pengasuhan Anda agar pas bagi anak Anda
  5. Buat peraturan dan tentukan batasan
  6. Bantu menumbuhkan kemandirian anak Anda
  7. Bersikaplah konsisten
  8. Hindari disiplin yang keras
  9. Jelaskan peraturan dan keputusan Anda
  10. Perlakukan anak Anda dengan hormat

Symptom Becomes Habit oleh Adi W. Gunawan

In short, the habits we form from childhood make no small difference, but rather they make all the difference.
~Aristotle

Pembaca, kita sudah sangat sering mendengar pepatah ”First we create our habits, then our habits create us” yang artinya “Pertama-tama kita membentuk kebiasaan, selanjutnya kebiasaan akan membentuk kita”. Apa yang Aristoteles katakan dengan sangat tepat menjelaskan pengaruh habit terhadap hidup kita,“Singkatnya, kebiasaan/habit yang kita bentuk sejak masa kecil menentukan kualitas hidup kita”.

Kamus elektronika Encarta mendefinisi symptom:
• indication of illness felt by patient: an indication of a disease or other disorder, especially one experienced by the patient, e.g. pain, dizziness, or itching, as opposed to one observed by the doctor sign.
(indikasi penyakit yang dirasakan oleh pasien: suatu indikasi penyakit atau gangguan lainnya, khususnya yang dialami oleh pasien, mis. sakit, pusing/mual, atau gatal, bukan seperti yang diamati oleh dokter)
• sign of something else: a sign or indication of the existence of something, especially something undesirable.
(tanda dari sesuatu yang lain: sebuah tanda atau indikasi dari keberadaan sesuatu, khususnya sesuatu yang tidak diinginkan)

Sedangkan habit didefiniskan:
• regularly repeated behavior pattern: an action or pattern of behavior that is repeated so often that it becomes typical of somebody, although he or she may be unaware of it
(pola perilaku yang diulang secara teratur; sebuah tindakan atau pola perilaku yang sangat sering diulangi sehingga menjadi ciri khas seseorang, walaupun ia tidak menyadarinya)
• attitude: somebody's attitude or general disposition
(sikap: sikap seseorang atau watak/kencenderungan umum)

Nah, apa hubungan antara simtom dan habit? Sangat erat.

Habit atau kebiasaan yang tampak dalam perilaku seseorang sebenarnya merupakan akibat dari suatu simtom yang merupakan bagian dari suatu akar masalah yang serius.

Bingung?

Ok, kalau begitu saya akan berikan contoh konkrit agar bisa lebih jelas.

Saya akan mulai dengan kasus seorang anak yang pernah saya tangani.

Ceritanya begini. Saya mendapat telpon dari orangtua murid dari salah satu sekolah terkenal, di Surabaya barat, dan berkeluh kesah mengenai anaknya, sebut saja Toni.

Saat saya tanyakan apa masalahnya... eh... saya jadi kaget sendiri. Keluhannya adalah Toni mogok sekolah. Dan yang lebih mengagetkan lagi adalah Toni baru berusia 3 (tiga) tahun. Wah, saya hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar hal ini.

Kesimpulan saya, setelah mendengar cerita Ibu ini adalah Toni mengalami school phobia alias takut sekolah. Saya jelaskan pada Ibu itu bahwa yang menjadi akar masalah sebenarnya mudah untuk kita ketahui. Toni tidak mau sekolah bila bukan karena perlakuan orangtua maka pasti akibat dari perlakuan guru, di sekolah, yang tidak profesional dalam mendidik anak.

Setelah mendengar penjelasan lebih lanjut saya menyimpulkan bahwa ini pasti akibat perlakuan guru yang tidak benar terhadap Toni. Tapi untuk memastikan hal ini saya akan menggali langsung dari Toni.

Saat bertemu dengan Toni, yang diantar oleh ayah dan ibunya, saya melihat Toni baik-baik saja. No problemo. Toni, walaupun agak sedikit tidak percaya diri karena baru pertama kali bertemu dengan saya, bisa diajak komunikasi dengan lancar.

Saya lalu mengajak Toni bermain sulap sambil disaksikan kedua orangtuanya. Toni sangat senang dan antusias. Sambil bermain dan mengarahkan fokus Toni ke permainan yang sedang saya lakukan, saya mengajukan pertanyaan kepada Toni. Kesannya hanya sambil lalu.

Yang saya tanyakan, ”Toni sekarang umurnya berapa? Siapa teman Toni di kelas? Satu kelas ada berapa anak?”

Toni mampu menjawab pertanyaan saya dengan lancar dan gembira sambil terus fokus pada permainan sulap.

Raut wajah dan mood Toni langsung berubah drastis saat saya bertanya, “Siapa Miss (guru) yang paling Toni sayang?”

Begitu mendengar pertanyaan ini Toni langsung diam, matanya melirik ke kiri atas sejenak (mengakses memori dalam bentuk gambar) lalu ke kanan bawah (mengakses emosi), raut wajahnya berubah sedih, dan langsung menangis.

Orangtua Toni melihat dengan sangat jelas perubahan ini. Dari sini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi sesuatu pada Toni yang dilakukan oleh gurunya. Apa itu? Saya tidak tahu. Dan Toni juga tidak mau menceritakannya. Setiap kali saya mulai menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan gurunya, Toni pasti menangis.

School phobia yang dialami Toni, dari pengalaman saya menangani anak yang mengalami masalah yang serupa, sebenarnya hanya merupakan simtom dari akar masalah yang lebih serius, yaitu perasaan takut, terancam, tidak nyaman, tidak berdaya, dan tidak aman bila berada di dalam kelas. Semua ini merupakan akibat dari tindakan guru, baik secara sengaja maupun tidak, yang telah melukai hati seorang anak.

Orangtua yang tidak tanggap dan jeli biasanya tidak akan memperhatikan sejauh ini. Biasanya orangtua ini akan membujuk dan kalau perlu memaksa anak untuk sekolah lagi. Akibatnya bisa sangat buruk terhadap anak. Anak akan menjadi benci sekolah dan akhirnya benar-benar tidak mau sekolah sama sekali.

Biasanya yang akan ditangani oleh orangtua ataupun sekolah hanyalah habit yang tampak dalam perilaku, yaitu tidak mau sekolah. Akar masalah yang sesungguhnya tidak tertangani dan akhirnya mengendap di memori anak. Di masa mendatang hal ini akan menjadi bom waktu yang sangat berbahaya.

Prinsip yang sama berlaku terhadap anak yang ”nakal”. Mengapa anak dicap nakal? Biasanya anak nakal karena mereka ingin mendapat perhatian dari orangtuanya. Biasanya anak akan meminta perhatian itu dengan cara yang baik-baik. Jika cara baik-baik ini tetap tidak mendapat perhatian semestinya maka secara naluriah anak akan melakukan hal-hal lain yang bisa menarik perhatian orangtuanya.

Biasanya yang dilakukan anak untuk menarik perhatian orangtuanya, bila cara baik-baik tetap tidak diperhatikan orangtua, adalah dengan marah, menangis, membangkang, mengganggu adik atau kakaknya, berulah, atau tindakan apa saja yang bisa membuat orangtua, untuk sementara waktu, harus mencurahkan perhatian pada si anak.

Bila strategi ini berhasil satu kali saja maka pikiran bawah sadar anak mulai diedukasi oleh respon yang diberikan orangtua. Selanjutnya anak akan mencoba lagi dengan mengulangi strategi yang sama. Jika kembali berhasil, orangtua memberikan ”perhatian” (baca: marah atau teriak), maka anak akhirnya tahu cara jitu untuk mendapatkan perhatian.

Selanjutnya bisa ditebak apa yang akan dilakukan si anak setiap kali ia ingin mendapat perhatian. Anak pasti akan berulah dan orangtua pasti marah. Akhirnya, karena seringkali diulang (repetisi), anak membentuk kebiasaan/habit ”nakal”. Karena sudah menjadi habit atau kebiasaaan maka untuk mengubahnya akan cukup sulit.

Ada kata bijak yang berbunyi, ”When is the right time to kill a monster? When it is still small”. Artinya, waktu yang paling tepat untuk membunuh seekor monster (baca: kebiasaan buruk) adalah saat monsternya masih kecil (kebiasaan buruk baru mulai terbentuk). Saat monster ini sudah besar (baca: kebiasaan sudah sangat kuat) maka kita yang akan dibunuh oleh monster (kebiasaan) ini.

Oh ya, saat orangtua marah pada anaknya maka saat itu mereka telah memberikan ”perhatian” penuh dan sangat fokus pada anak. Mana bisa kita, orangtua, marah hanya sambil lalu atau tidak fokus. Marah pasti diikuti dengan tingkat intensitas fokus yang tinggi.

Nah, dari apa yang telah saya ceritakan di atas maka kini tampak jelas bahwa ”nakal” adalah habit yang berawal dari simtom. Simtom ini, sesuai dengan definisi, merupakan sebuah tanda atau indikasi dari keberadaan sesuatu. Apa itu? Kebutuhan akan perhatian.
Kasus yang saya ceritakan di atas kesannya ”seram”, ya. Sebenarnya proses yang sama berlaku bagi habit yang positif. Misalnya anak kita marah atau berulah ingin mendapat perhatian kita. Kita, bukannya terpancing ikut marah, dan karena kita mengerti apa yang sebenarnya terjadi yaitu anak butuh perhatian, mengarahkan perilaku anak ke arah yang lebih konstruktif.

Caranya? Kita bisa mengajar anak untuk mengungkapkan perasaannya. Misalnya anak kita kesal karena kita kurang memberikan waktu atau perhatian, kita terlalu sibuk dengan pekerjaan kita. Nah, daripada marah-marah dan berulah alangkah baiknya bila anak bisa mengkomunikasikan perasaan ini kepada kita secara verbal dan dengan cara yang sopan, benar, dan terarah.

Bila pola ini diulang-ulang maka akan membentuk suatu kebiasaan/habit positif. Anak bisa mengerti emosinya dan mengungkapkan emosi ini dengan cara yang proaktif dan konstruktif.

Pola pembentukan habit, yang berawal dari simtom, yang merupakan bagian dari suatu akar masalah tertentu, berlaku universal. Maksudnya, setiap habit atau kebiasaan bila kita telusuri dengan hati-hati maka akan merujuk pada suatu simtom. Selanjutnya bila mengerti caranya kita bisa mengungkapkan akar masalah yang menjadi sumber simtom.

Yang sulit adalah bila suatu habit merujuk pada suatu simtom yang merupakan simtom dari suatu akar masalah. Artinya terdapat double symtom.

Anda mungkin bertanya, ”Ah, masa ada kasus seperti ini?”

Ada seorang pria dewasa, seorang pengusaha sukses, yang begitu takut sama ayam. Ini ayam sungguhan, lho. Bukan ayam-ayam-an. Anda mengerti maksud saya, kan? Setiap kali bertemu ayam maka pria ini pasti langsung menghindar.

Setelah saya bantu akhirnya terungkap bahwa, secara spesifik, ia sangat takut dengan paruh ayam. Ketakutan ini yang akhirnya membuat ia selalu menghindar bertemu dengan ayam.

Kebiasaan menghindari ayam ternyata merupakan simtom yang berawal perasaan takut pada pisau. Setelah digali lebih lanjut ternyata perasaan takut pisau ini merupakan metafora dari perasaan sakit tertusuk, pada sekujur tubuhnya, saat ia dipeluk oleh ibunya. Ternyata akar masalah yang sesungguhnya, setelah digali dari perasaan sakit tertusuk pisau, adalah perasaan terluka dan benci yang sangat dalam terhadap ibunya. Jadi, setiap kali dipeluk ibunya, sewaktu ia masih kecil, perasaan terluka dan benci ini berubah menjadi perasaan sakit seperti tertusuk.

Oh ya, pria ini setelah dibantu akhirnya berhasil mengatasi masalahnya.

Sumber: Adi W. Gunawan

Sunday, June 10, 2007

LOGIKA DAN KEBAHAGIAAN


Sambil bercengkerama di atas rumput di lapangan di depan mesjid, beberapa orang jamaah memperhatikan layang-layang yang berwarna-warni terbang ke angkasa berlatar belakang langit biru lazuardi. Dari jauh terlihat Mat Kacong mendekati mereka. Mereka menyambut Mat Kacong dengan gembira.

Setelah semua duduk beralaskan rumput hijau, mereka berbicara tentang perbaikan taman di depan mesjid Agung yang besar itu. Mat Kacong hanya mendengarkan percakapan mereka, maklumlah, ia hanya jamaah tamu yang beberapa minggu sekali datang berjamaah di mesjid itu.

Setelah bahan pembicaraan mereka habis, tiba-tiba seorang anak muda mengalihkan perhatian kepada rumput yang ada di lapangan itu, katanya, “Rumput-rumput di lapangan ini sejak dulu hanya begini-begini saja.”

“Maksudmu?” tanya seseorang.

“Tampaknya selalu biasa-biasa saja, tidak memperlihatkan sesuatu yang baru.”

“Huh, kamu ini sering membicarakan hal-hal yang kurang ada artinya,” sergah yang lain lagi. “Masak soal rumput masih sempat menarik perhatian dan diperhatikan. Itu mubazir.”

“Bagaimana perdebatan ini pak Mat?” tanya seseorang kepada Mat Kacong. Yang ditanya hanya tersenyum penuh arti.

“Bagaimana pak Mat Kacong menengahi persoalan ini?”

Mat Kacong masih tersenyum. Lalu memejamkan mata. Kemudian baru bicara, “Kalau kita mengakrabi rumput-rumput yang kita injak ini dengan kacamata “cinta” kita akan merasakan rumput-rumput ini atau rumput dimanapun sebagai sesuatu yang baru dan menyegarkan.”

“Apa manfaatnya kalau kita melihatnya dengan kacamata cinta?”

“Silahkan kalian memperhatikan rumput-rumput ini sekarang juga. Kemudian kita tinggalkan untuk shalat maghrib. Besok setelah shalat shubuh kita perhatikan kembali rumput-rumput ini.”

“Paling-paling tetap seperti sekarang,” komentar seseorang.

“Tidak!” ujar Mat Kacong.

“Lho, kok tidak?” tanya seseorang yang lain.

“Rumput-rumput ini setelah kita tinggalkan satu malam pasti akan bertambah panjang walau sepersejuta millimeter. Perpanjangan itu diikuti oleh semesta rumput yang tumbuh di atas seluruh permukaan bumi ini. Dan yang lebih hakiki dari itu ialah, pada yang demikian itu ada “kerja” Allah.”

“Allahu Akbar!” seru hampir semua yang ada di situ.

Dan benar, dari pengeras suara di atas mesjid Agung itu kemudian terdengar mu’adzin meneriakkan kalimat “Allahu Akbar”.

Saya mengambil kisah di atas dari buku yang berjudul “Sate Rohani dari Madura” karya dari seorang mubalig, D. Zawawi Imron. Jalaluddin Rakhmat dalam kata pengantarnya di buku tersebut memberikan julukan sebagai PENYAIR DESA bagi Zawawi Imron. Kisah di atas merupakan salah satu kisah religius orang jelata. Sangat sederhana, namun memiliki makna yang sangat mendalam. Saya bahkan teringat sebuah acara di salah satu stasiun TV, yang menayangkan kisah “minta tolong” kepada orang-orang. Dan sungguh ajaib, kebanyakan orang-orang yang bersedia menolong dalam tayangan tersebut, hanyalah orang-orang jelata (mereka bahkan sangat miskin, berkahilah mereka yaa Allah).

Begitu sederhananya hidup ini, sampai-sampai kita jarang melihat suatu makna di baliknya. Perhatikan saja, kisah mengenai rumput di atas. Kebanyakan dari kita suka memperhatikan hal-hal besar. Apakah itu demi sebuah gengsi intelektual atau hanya sekedar terlihat lebih hebat. Kebanyakan dari kita sangat jarang memperhatikan hal-hal kecil dan bermakna. Maunya selalu yang “besar-besar”.

Dalam wacana intelektual pun, kita bahkan mempergunakan segala macam logika “canggih”, hanya agar tidak terlihat bodoh. Namun, apakah logika itu hanya untuk perdebatan intelektual saja? Apakah kita bahagia setelah berdebat? Bagaimana pula pelajaran logika dapat mengantarkan kita ke arah yang lebih baik, bahkan meraih kebahagiaan?

Para pakar psikolog menunjukkan kepada kita, bagaimana mengukur kebahagiaan. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa kebahagiaan itu terdiri dari dua komponen: pertama, perasaan. Kebahagiaan itu adalah perasaan yang menyenangkan. Bahagia adalah emosi positif, dan sedih adalah emosi negatif. Perasaan ini disebut sebagai unsur afektif. Namun kebahagiaan tidak hanya terdiri dari perasaan; dan ini komponen yang kedua, penilaian. Penilaian sering juga disebut sebagai unsur kognitif. Kebahagiaan ini meliputi penilaian seseorang atas keseluruhan hidupnya.

“Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus dipelajari,” tutur Harrison Ford. Oleh karena itu,telah banyak orang-orang sukses yang telah meraih kekayan material, mengeluarkan begitu banyak uang hanya untuk mempelajari arti dari kebahagiaan. Seperti yang telah dikemukakan, kebahagiaan itu merupakan perasaan senang dan penilaian diri. Maka, sudah seharusnya seseorang yang berlogika pun meraih kebahagiaan. Mengapa? Karena logika merupakan pijakan awal terhadap metode berpikir yang benar. Dan penilaian yang benar terhadap diri, tentunya akan melahirkan perasaan senang.

Bagaimana sebuah logika (ilmu) akan membawa kita ke arah kebahagiaan? Dr. Dan Baker, Direktur Program Peningkatan Kehidupan, telah meneliti dan menulis hubungan antara kebahagiaan dan perbuatan baik kepada orang lain (altruisme). Dan ternyata, penelitian menunjukkan bahwa orang bahagia bersikap altruistik. Dan orang altruistik berbahagia. Jika Anda memberikan sesuatu kepada orang lain, maka Andalah yang akan merasa bahagia. Karena memberi adalah menerima.

Saya teringat teman adik saya. Suatu ketika dia dan kawan-kawannya datang ke rumah. Pada satu kesempatan saya mengobrol dengan salah seorang di antaranya. Dia adalah tipe perempuan yang agak kurang bicara. Dari pengalamannya, saya mengetahui bahwa dia adalah tempat curhat bagi teman-temannya. Saya kemudian berkata kepadanya, “Kamu merasa berharga, kan? Kamu merasa senang ketika dapat membantu kawan-kawanmu dalam mengatasi masalahnya.” Ia mengiyakan yang saya katakan tersebut. Hal ini pun ternyata membuktikan bahwa memberi (walau hanya sekedar saran/nasehat) adalah sesuatu hal yang sangat berharga. Dan dalam setiap pemberian, kita akan selalu menerima (diharapkan ataupun tidak diharapkan), walaupun penerimaan itu hanya rasa bahagia.

Walhasil, logika itu bukan hanya “sarana perdebatan”, namun lebih dari itu, mengantarkan kita pada perubahan persepsi yang benar. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ali, “Kemenangan diperoleh dengan kebijakan. Kebijakan diperoleh dengan berpikir secara mendalam dan benar.” Dan bagilah kepada orang lain atas apa yang telah Anda ketahui! Tentunya dengan gairah “cinta”, seperti kisah Mat Kacong di atas.

SQ Dalam Dirimu


Dia yang memiliki mengapa untuk hidup, akan bisa bertahan dalam hampir semua bagaimana.

- Nietzsche -

Emosi yang sedang menderita, tidak akan lagi menderita setelah kita membuat gambaran yang jelas dan benar dari penderitaan tersebut

- Spinoza -

Kita bukanlah manusia yang memiliki pengalaman spiritual;

Kita adalah makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusia

- Teilhard de Chardin -

Ketika Jeepers dilahirkan di sebuah kebun binatang, ibunya memberikan dia perhatian sebagaimana normalnya seekor ibu kera, membawanya kemana pun dalam gendongannya, merawatnya, “meninjunya sekali-sekali” ketika dia menjadi pengganggu, berceloteh dengannya, dan menyusuinya kapan pun dia menginginkan makanan. Mereka hidup dalam sebuah sangkar yang merupakan sebuah komunitas kera, dan Jeepers dengan cepat berlari-larian gembira bersama bayi-bayi kera lainnya.

Creepers tidak seberuntung itu. Ibunya mati sesaat setelah dia lahir dan Creepers ditinggal dalam sebuah kandang yang di dalamnya hanya ada beberapa kera laki-laki yang lebih dewasa. Pemiliknya memberinya makan pada waktu-waktu tertentu, tapi tidak ada kera lain yang menimangnya, berceloteh padanya, merawatnya, dan peduli padanya. Dia duduk sendirian sepanjang hari, biasanya diam membisu, tampak sedih.

Kurang lebih setahun setelah kelahirannya, sebuah infeksi menyerang kebun binatang dan Jeepers dan Creepers mati dengan menyedihkan. Seorang psikolog yang menaruh minat pada perilaku kera mengotopsi otak kedua kera tersebut. Dia mendapati dengan takjub bahwa Jeepers memiliki sistem saraf mental yang berkembang baik, mirip sekali dengan sebatang pohon ek – dengan jutaan cabang yang berjalinan dengan rumitnya. Sistem saraf Creepers, sebaliknya, tampak seperti pohon kering. Benar-benar tidak berkembang.

Kasih sayang membuat sistem otak dan tubuh membuka diri, berfungsi dengan baik, menerima, melakukan eksplorasi, dan berkembang.

Kisah nyata yang saya ceritakan di atas menjelaskan kepada kita akan pentingnya kasih sayang bagi manusia. Menurut Tony Buzan – pakar otak – ketika berbicara tentang otak, kita sering menganggap bahwa makanan otak itu hanyalah makanan yang bergizi yang standar. Padahal menurutnya, makanan otak itu lebih dari sekedar itu saja. Selain makanan yang bergizi, makanan otak yang sama pentingnya dengan makanan bergizi adalah oksigen, kasih sayang, dan informasi.

Tadi kita telah sedikit membahas akan pentingnya kasih sayang. Pertanyaan yang dapat kita ajukan di sini adalah: Mengapa kasih sayang itu penting bagi manusia? Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tanpa kasih sayang kita akan mati. Kasih sayang juga membantu perkembangan arsitektur otak dan perkembangan kepribadian dan emosi. Menurut Dr. Steinberg, orang dewasa yang paling besar kebutuhan emosionalnya adalah mereka yang tidak menerima cukup cinta orangtua saat kecil atau yang cinta orangtua-nya kurang konsisten atau kurang tulus.

Dari kasih sayang ini akan membawa kita pada makna hidup. Jika ketiadaan kasih sayang berhubungan dengan gangguan emosional, maka ketiadaan makna hidup berdampak pada kemampuan menemukan bahagia. Saya tiba-tiba teringat dengan Viktor Frankl, yang menulis buku Man’s Search for Meaning. Frankl termasuk psikolog awal yang mempelopori berdirinya mashab eksistensi dalam dunia psikologi. Beliau termasuk pelopor awal yang membahas pentingnya makna hidup bagi manusia.

Pada awal bab buku tersebut, Frankl menceritakan kisah nyatanya, ketika ia berada dalam kamp konsentrasi. Ia berhasil selamat dari penyiksaan yang luar biasa selama bertahun-tahun di tahanan itu. Dan, ia menjadikan dirinya sendiri sebagai objek penelitian psikologi ilmiah yang menarik. Menurutnya, tahanan yang sudah kehilangan kepercayaan akan masa depan – masa depannya sendiri – sedang menuju ke arah kehancuran. Dengan kehilangan kepercayaan terhadap masa depan, dia juga akan kehilangan pegangan spiritual; dia membiarkan dirinya hancur dan menjadi subjek dari kehancuran mental dan fisik. Ini seperti kata Nietzsche,”Dia yang memiliki alasan untuk hidup, bisa menghadapi keadaan apapun”.

Dan, benar saja, tahanan yang berhasil keluar dengan selamat adalah mereka yang memiliki sejumlah alasan untuk hidup. Mereka yang memiliki makna hidup. Inilah ciri-ciri dari orang-orang yang menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi.

Menurut Zohar dan Marshall, SQ adalah kecerdasan yang kita pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam, dan motivasi tertinggi kita. Kecerdasan spiritual adalah cara kita menggunakan makna, nilai, tujuan, dan motivasi itu dalam proses berpikir kita, dalam keputusan-keputusan yang kita buat, dan dalam segala sesuatu yang kita pikir patut dilakukan.

Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa setiap orang memiliki kecerdasan ini. Pada akhir 1990-an, para ilmuwan menemukan Titik Tuhan dengan menstimulasi secara artifisial daerah lobus temporal dengan sebuah instrumen magnetis. Begitu terstimulasi, bahkan seorang pakar neurosains ateis pun menyatakan telah “melihat Tuhan” dalam laboratoriumnya. Dengan demikian, setiap orang dapat menstimulus Titik Tuhan tersebut dengan melakukan aktivitas yang sesuai. Menurut Zohar, untuk menghasilkan pengalaman tentang kecerdasan spiritual, aktivitas Titik Tuhan harus sepenuhnya diintegrasikan dengan aktivitas yang lebih luas dari otak, dan dengan IQ dan EQ. Bagaimana cara melakukannya? Walaupun cara ini telah ditemukan selama paruh kedua 1990-an, namun mengingat ruang makalah ini, saya cukup mengutip cara yang dikemukakan oleh DR. Jalaluddin Rakhmat.

Menurut beliau, cara untuk meningkatkan SQ adalah:

  1. Baca kitab suci
  2. Pelajari kehidupan para nabi dan orang saleh
  3. Belajar dari orang ber-SQ tinggi
  4. Biasakan mengubah “di dalam diri” bukan “di luar diri”
  5. Lakukan ibadat dengan serius
  6. Sediakan waktu khusus untuk BERDOA
  7. Belajar menajamkan “indra batiniah”

Sebagai penutup, saya kembali ingin mengutip tanda-tanda orang ber-SQ tinggi, sekaligus cara untuk meningkatkan SQ, yang dikemukakan oleh Tony Buzan:

1. Memperoleh “Gambar Besar”

Anda adalah sebuah keajaiban. Anda merupakan bagian dari alam semesta yang tak terkira. Menyadari hal ini, akan membantu Anda untuk menyadari kebesaran Tuhan.

2. Mengungkap Nilai Anda

Nilai-nilai dan prinsip-prinsip menentukan perilaku Anda, dan memilki pengaruh besar terhadap kemungkinan sukses Anda dalam hidup.

3. Visi dan Tujuan Hidup Anda

Viktor Frankl (telah diceritakan di atas) adalah contoh yang baik tentang pentingnya memiliki visi dan tujuan hidup.

4. Kasih Sayang – Memahami Diri Anda dan Orang Lain

Orang yang cerdas spiritual dan penuh kasih sayang akan punya rasa komitmen pada orang lain, dan akan mengambil tanggung jawab untuk membantu mereka.

5. Memberi dan Menerima! Amal dan Syukur

Jiwa Anda belajar bernapas ke dalam (syukur) dan menghembuskan napas (amal). Ini penting dari kebaikan kembar, untuk memperbesar kecerdasan spiritual.

6. Kekuatan Tertawa

Tertawa adalah kualitas vital dari kecerdasan spiritual dan memberi Anda manfaat dalam banyak hal, termasuk mengurangi level stres dan secara umum membawa pada kehidupan yang lebih ceria dan bahagia.

7. Menuju Taman Bermain Anak-anak

Penelitian telah menunjukkan bahwa semakin Anda menjadi cerdas spiritual, kepolosan Anda, keceriaan, kegembiraan, spontanitas, antusiasme, dan semangat berpetualang, seperti layaknya anak-anak, akan meningkatkan kualitas hidup Anda.

8. Kekuatan Ritual

Ritual ibadah terbukti meningkatkan stabilitas emosional dan spiritual, mengurangi stres, menjadi lebih gigih serta tekun, lebih kuat, dan lebih percaya diri.

9. Damai

Mengelola “lingkungan internal” diri akan membawa ke arah kebahagiaan dan ketenangan hidup.

10. Yang Anda Butuhkan adalah CINTA

Cinta pada diri sendiri, orang lain, alam bisa dianggap sebagai Kehidupan dan Tujuan Akhir Spiritual. Ketiadaan cinta bisa menyebabkan kecemasan, depresi, rasa sakit penderitaan, nelangsa, putus asa, penyakit, dan, yang paling akhir, kematian.

ORANG-ORANG BESAR ADALAH MEREKA YANG JIWA SPIRITUALNYA LEBIH KUAT DARIPADA KEKUATAN MATERI

(Ralph Waldo Emerson)

Saturday, June 9, 2007

Semua Mahluk Mencari Kebahagiaan


Ikan
mencari kebahagiaan dalam air.

Cacing
mencari kebahagiaan dalam tanah.

Burung
mencari kebahagiaan dalam udara.

Setan Neraka
mencari kebahagiaan dalam api.

Dewa-Dewi
mencari kebahagiaan dalam kebahagiaan.

Manusia
mencari kebahagiaan dalam pikiran.

Mahluk spiritual
mencari kebahagiaan dalam Kesadaran Sejati.

Master Spiritual
mencari kebahagian dalam Kesatuan Tunggal.

PEDAGANG DAN DARWIS KRISTEN


Karena berada dalam kesukaran, seorang pedagang yang  sangat
kaya  dari  Tabris pergi ke Konia mencari orang yang teramat
bijaksana. Setelah mencoba mendapat nasehat dari para pemuka
agama,  hakim,  dan lain-lain, ia mendengar tentang Rumi; ia
pun dibawa menghadap Sang Bijaksana itu.
 
Pedagang itu membawa lima puluh  keping  uang  emas  sebagai
persembahan.  Ketika  dilihatnya Sang Maulana di ruang tamu,
pedagang itu menjadi  sangat  terharu.  Jalaludin  Rumi  pun
berkata kepadanya,
 
"Lima  puluh  keping  uang emasmu diterima. Tetapi kau telah
kehilangan dua ratus, itulah alasan  kedatanganmu  kemari.
Tuhan  telah  menghukummu, dan menunjukkan sesuatu kepadamu.
Sekarang segalanya akan beres." Pedagang itu  terheran-heran
terhadap yang diketahui Sang Maulana. Rumi melanjutkan.
 
"Kau  mendapat  banyak  kesulitan karena pada suatu hari nun
jauh di  negeri  Barat  sana,  kau  melihat  seorang  darwis
Kristen  terbaring  di jalan. Dan kau meludahinya. Temui dia
dan minta maaf padanya, dan sampaikan salam kami kepadanya."
 
Ketika pedagang itu berdiri ketakutan karena ternyata segala
rahasianya  telah  diketahui,  Sang  Maulana itupun berkata,
"Perlukah kami tunjukkan orang itu padamu?"  Rumi  menyentuh
dinding ruangan itu, dan pedagang itu pun menyaksikan gambar
orang  suci  itu   di   sebuah   pasar   di   Eropa.   Iapun
terhuyung-huyung pergi  meninggalkan  Sang Bijaksana, terce-
ngang-cengang.
 
Segera saja ia mengadakan perjalanan menemui  ulama  Kristen
itu,  dan ditemuinya orang suci tersebut telungkup di tanah.
Ketika didekatinya, darwis Kristen itu  pun  berkata,  "Guru
kami Jalal telah menghubungi saya."
 
Pedagang   itu  melihat  ke  arah  yang  ditunjukkan  darwis
tersebut, dan menyaksikan -dalam  gambar-  Jalaludin  sedang
membaca  kata-kata  semacam  ini,  "Tak  peduli kerikil atau
permata, semua akan mendapat tempat di bukit-Nya, ada  tempat
bagi semuanya ..."
 
Pedagang  itu  pun pulang kembali, menyampaikan salam darwis
Kristen itu  kepada  Jalal,  dan  sejak  itu  tinggal  dalam
masyarakat darwis di Konia.